Jalan Muluskan Revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja Dimulai

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Kamis, 07 April 2022
Jalan Muluskan Revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja Dimulai
Demo buruh di Yogya. (Foto: Patricia Vicka)

MerahPutih.com - Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), dimulai oleh pemerintah dan DPR.

Revisi ini sebagai jalan pemerintah membuat dasar hukum revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai MK Inkonstitusional Bersyarat atau dalam 2 tahun harus direvisi, sesuai putusanya saat masyarakat mengajukan Judicial Review.

Baca Juga:

Pemerintah Bakal Bentuk UU Omnibus Law Keamanan Laut

Pemerintah mengajukan 362 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), sekaligus berharap segara ada pembahasan bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

"Berdasarkan substansi revisi UU PPP, Pemerintah sudah menyusun 362 DIM, dan kami berharap untuk segera dibahas," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Kerja (Raker) Baleg DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (7/4).

Airlangga menyebutkan, 362 DIM tersebut terdiri atas 210 DIM tetap, 24 DIM perubahan substansi, 17 DIM substansi baru, 64 DIM perubahan redaksional, dan 47 DIM diusulkan untuk dihapus.

Diharapkan, kata ia, bahwa 210 DIM tetap yang diajukan pemerintah itu dapat disetujui DPR dan untuk DIM lain dapat dibahas bersama agar revisi UU PPP dapat segera selesai.

"Revisi UU PPP ini untuk perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sehingga diharapkan prosesnya tidak lama karena ada kebutuhan pemulihan ekonomi akibat perkembangan geopolitik global," ujarnya.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Antara)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Antara)

Ia menjelaskan, pemerintah dapat menerima penyempurnaan penjelasan asas keterbukaan untuk mengakomodasi prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation) yang dimuat dalam Pasal 5 ayat g. Selain itu, pemerintah setuju adanya batasan pengertian definisi metode omnibus yang dimuat dalam Pasal 1 (2a).

Namun, pemerintah mengusulkan agar dipindahkan menjadi di Pasal 64 ayat (1b) dengan pertimbangan metode omnibus tidak perlu didefinisikan dalam ketentuan umum untuk menampung kebutuhan hukum ke depan yang lebih lentur.

"Pemerintah juga mengklaim setuju adanya pelibatan analis hukum dan legislatif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," katanya. (Pon)

Baca Juga:

Sri Mulyani: Omnibus Law Ubah Cara Indonesia Dalam Kelola Kebijakan Ekonomi

#UU Cipta Kerja #Baleg #DPR #Omnibus Law
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan