MerahPutih.com - Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi sorotan. Sebab, sejumlah pasal dinilai bertentangan dengan kebebasan dan hak asasi manusia (HAM).
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta jajarannya untuk mempelajari pasal-pasal yang ada di dalam KUHP baru itu dengan sangat teliti, meskipun KUHP tersebut akan diberlakukan pada tahun 2025.
Baca Juga
Imigrasi Sebut Pengesahan KUHP Baru Tidak Pengaruhi Kedatangan WNA di Bandara Soetta
“Pastikan memahami betul setiap delik dan unsur pasal yang terkandung. Sehingga saudara dapat menerapkannya dengan tepat pada saat KUHP tersebut diberlakukan,” kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (14/12).
Dalam rangka pelaksanaan KUHP, Burhanuddin menilai perlu dilakukan internalisasi di satuan kerja Kejaksaan dengan lebih banyak mengundang para ahli. Hal itu dapat dilakukan dengan mendatangkan ahli akademisi dan praktisi. Sehingga ada keseragaman dan kesamaan mindset dalam pelaksanaan KUHP ke depannya.
Burhanuddin menuturkan pada hakikatnya jaksa merupakan salah satu dari berbagai profesi praktisi hukum.
Ia berpandangan, untuk menjadi seorang praktisi hukum yang andal dapat tercitra melalui kemampuan berpikirnya yang kritis serta argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, sehingga akan melahirkan suatu argumentasi yang tegas, baik melalui lisan, tulisan, maupun perilakunya.
"Lakukan dengan baik tugas dan kewenangan saudara untuk terus membiasakan diri dalam menangani suatu perkara, karena hanya melalui keseriusan berlatih dan berpraktek,” ujar Burhanuddin.
Baca Juga
Wamenkumham Sebut PBB Sangat Terlambat Jika Beri Bantuan Terkait KUHP
Karena menurut dia, hanya melalui keseriusan berlatih dan berpraktik, seorang jaksa terbiasa untuk menggunakan struktur berfikir hukum yang sistematis guna menemukan, mengungkapkan dan menjustifikasi makna-makna tersembunyi dalam suatu peristiwa hukum.
"Sehingga saudara memiliki akurasi yang tinggi dalam menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan hukum yang ada di masyarakat," katanya.
Selain itu, Jaksa Agung juga berpesan agar jajarannya melatih sensitivitas diri sebagai seorang penegak hukum. Menurutnya, sensitivitas seorang jaksa untuk menghadirkan penegakan hukum yang humanis.
Dengan begitu, lanjut Burhanuddin, apabila jaksa menemukan berbagai perkara yang bersingggungan dengan masyarakat kecil dengan tingkat ketercelaan yang tidak seberapa, maka jaksa dapat bertindak dengan mengedepankan nurani dalam menangani perkara tersebut.
"Ingat pesan saya, seorang jaksa selain harus memiliki ketajaman berfikir, juga dituntut untuk memiliki rasa kesusilaan yang halus," ujarnya.
Di akhir amanatnya, Burhanuddin mengingatkan tentang sosok jaksa ideal yang mampu menyatukan kemampuan kognitif dan sensitivitas secara simultan.
"Apabila jaksa mampu menyatukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan terwujud keseragaman pola pikir, kapasitas, serta kualitas yang baik untuk menjadi sosok jaksa yang ideal," pungkasnya. (Knu)
Baca Juga
Arsul Sani Sebut Beragam Negara Dapat Indormasi Keliru Soal KUHP Baru