IPW Yakin Presiden Jokowi Terima Revisi UU KPK
MerahPutih.com - Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai perlu. Pasalnya, banyak kekurangan yang terjadi di lembaga anti rasuah itu.
Neta mencontohkan soal barang bukti sitaan KPK yang tak jelas peruntukannya.
Baca Juga
Sempat Menolak, Terungkap Alasan Gerinda Berbalik Dukung Revisi UU KPK
"Padahal UU mengharuskan KPK melaporkan secara berkala ke BPK. Akibatnya status KPK 'Wajar Dengan Pengecualian' harusnya kan mereka WTP 'Wajar Tanpa Pengecualian'. Karena kalau WDP itu sangat naif sebagai lembaga pemberantas korupsi," kata Neta kepada Merahputih.com di Jakarta, Senin (9/9).
Neta melanjutkan, adanya seribu pegawai KPK yang melakukan petisi juga dianggap menyalahi aturan lantaran mereka selama ini digaji negara.
"Ini sebuah pengkhianatan lantaran status mereka ada yang sebagai PNS. Jadi belum lagi ada status Novel Baswedan yang berstatus tersangka kasus pembunuhan tapi gak ada yang protes;" ungkap Neta.
Neta beranggapan semua kekurangan itu perlu sebuah pengawasan seperti kehadiran Dewan Pengawas.
Baca Juga
Dukung Revisi UU KPK, Eggi Sudjana: Wadah Pegawai KPK Tidak Tahu Diri
"Kalau tak ada yang mengawas orang-orang di KPK jadi semau gue. Sewenang-wenang. Perlu ada dewan pengawas jika Undang-Undang yang ada direvisi," ungkap Neta.
Neta melanjutkan, KPK seperti bermain politik. Ia yakin, Jokowi bakal menerima hasil revisi UU KPK.
"Ada oknum tertentu bermain politik. Dari data OTT mereka, yang ditangkap sebagian besar pendukung Jokowi. Pak Jokowi akan menerima dan percaya hasil kerja DPR. Dan menerima siapapun hasil dari anggota DPR," jelas Neta.
Baca Juga
Perlu diketahui bahwa saat ini DPR RI tengah mengupayakan untuk membahas dan mengesahkan RUU KPK. Produk hukum UU Nomor 13 tahun 2002 tersebut akan diupayakan untuk ditambahkan Dewan Pengawas bagi KPK dalam menjalankan kinerjanya termasuk penyadapan.
Ditambah lagi, DPR juga ingin mengatur adanya batas penanganan kasus maksimal 1 tahun. Namun proses pembahasan RUU KPK oleh DPR tidak bisa dilanjutkan sebelum Presiden Joko Widodo mengirimkan surat presiden (surpres) sebagai bentuk persetujuan dari eksekutif, seperti yang termaktub dalam Pasal 20 UUD 1945. (Knu)