Inilah Permintaan Soeharto Sebelum Film Pengkhianatan G30S/PKI Disiarkan

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 29 September 2017
Inilah Permintaan Soeharto Sebelum Film Pengkhianatan G30S/PKI Disiarkan
Poster Pengkhianatan-G30S-PKI

GUFRON Dwipayana stres berat. Dalam tempo singkat dia harus merampungkan dua pekerjaan pesanan bos besarnya, Soeharto; membuat buku otobiografi dan film tentang G30S.

Film kelak berjudul Pengkhianatan G30S/PKI, tulis Katinka van Heeren dalam Contemporary Indonesian Film: Spirits of Reform and Ghosts from the Past, semula berjudul "Sejarah Orde Baru" atau SOB dan dibuat berdasarkan usaha sejarawa Nugroho Notosusanto.

Mas Dipo, sapaan Gufron Dwipayana, sebagai Direktur Pusat Produksi Film Nasional (PPFN), punya tugas berat agar film pesanan Soeharto meraih kesuksesan.

Pada 1981, saat muncul ide pembuatan film ini, Dipo berkeyakinan bahwa produksi itu hanya dapat berjalan dengan lancar apabila disertai supervisi dari pemerintah.

Garis besar cerita disusun berdasarkan pemikiran tim di bawah asuhan Nugroho Notosusanto, dengan anggota Amrin Imran, Rokhmani Santoso, Sutopo Sutanto dan Suranto Sutanto.

Koordinasi tim tersebut tak memiliki kendala besar lantaran Rokhmani Santoso, Sutopo Sutanto, dan Nugroho Notosusanto pernah satu dapur redaksi kala mengurus majalah Persepsi di akhir dekade 70an.

Majalah Persepsi diterbitkan Yayasan Pancasila Sakti, beralamat di Museum ABRI Satria Mandala, dengan motto ‘Untuk Mengamankan Pancasila’.

Tim riset sejarah sudah terkumpul. Dipo masih memiliki tugas penting, mengajak seoran sineas jempolan menjadi sutradara.

Dipo merupakan teman berlari Goenawan Mohamad, budayawan. Satu hari, ketika sedang lari di kompleks Gelora Bung Karno, Dipo bertanya kepada Mas Goen mengenai siapa sutradara terbaik di Indonesia.
“Ada, mas. Teguh Karya dan Arifin C Noer,” ungkap Gonawan dikutip pada laman facebooknya bercerita tentang pertemuannya dengan Dipo.

Dipo tahu Teguh Karya, tidak mengenal Arifin C Noer. Goen kemudian merekomendasi film terbarunya berjudul “Suci Sang Primadona”.

Pendek kisah, Dipo tertarik dan kemudian Arifin C Noer dipercaya menjadi sang sutradara.

Setelah tim produksi terbentuk, pembuatan film produksi Perum Perusahaan Film Negara (PPFN) pun dimulai. Pembuatan film memakan masa selama 2 tahun serta menghabiskan dana sebesar 800 juta rupiah.


Setelah produksi selesai dan sudah dibuat dalam bentuk seluloid, Dipo segera membawanya kepada Soeharto.

Soeharto meminta film itu diputar terbatas dalam sidang kabinet terlebih dahulu. Soeharto pun manggut-manggut puas dengan film yang dibawa Dipo.

Pada sebuah sidang kabinet, Soeharto berbicara mengenai film G30S. Menurutnya, film tersebut penting bagi generasi muda supaya tidak termakan isu komunis.

“Dwipayana mendukung pendapat Soeharto apalagi banyak pejabat di tingkat eselon pada angkatan bersenjata dan birokrat pada tahun 1984 itu akan diganti dengan generasi yang baru. Generasi ini saat G30S/PKI meletus masih bayi, sehingga perlu memahami kejadian saat itu," seperti dikutip dalam tulisan Katinka van Heeren pada Contemporary Indonesian Film: Spirits of Freedom and Ghosts From The Past.

Pemerintah pun memilih jalur non komersial dalam penyebaran film Pengkhianatan G30S/PKI.

“Mereka tidak ingin mengambil resiko kegagalan dengan memakai jalur komersial dan jumlah penonton yang cenderung apatis berjumlah signifikan. Sebagai gantinya, film ini menjadi tontonan wajib anak sekolah dan pegawai pemerintahan dari pertengahan 80-an hingga 98 yang diputar rutin setiap tanggal 30 September di TVRI dan di-relay oleh stasiun televisi swasta setelah mereka beroperasi,” tulis Krishna Sen dan David T. Hill dalam Media, Culture and Politics in Indonesia.(*) Achmad Sentot

Baca pula artikel terkait film Pengkhianatan G30S/PKI:

Film Pengkhianatan G30S/PKI, Film Sejarah Versi Orba

MUI Dukung Rencana Pemerintah Bikin Film G30S/PKI Versi Milenial

#FIlm Pengkhianatan G30S/PKI #Orde Baru #Soeharto #Partai Komunis Indonesia (PKI)
Bagikan
Bagikan