MerahPutih.com - Russ Albert Medlin, seorang buronan dari Federal Bureau of Investigation (FBI) ternyata pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur selama tinggal di Indonesia.
Hal itu terungkap saat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mencokok pelaku di tempat tinggalnya di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (14/6).
Baca Juga:
Sebagian "jejak hitam" Russ diketahui setelah wawancara tiga orang anak perempuan yang keluar dari kediaman pelaku. Ketiganya masih usia anak di bawah 18 tahun.
"Berdasarkan pengakuan bahwa mereka dicabuli oleh pelaku. Dua orang di antaranya adalah anak yang masih berusia 15 tahun dan 17 tahun, belum dewasa," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Markas Polda Metro Jaya, Selasa (16/6).
Kemudian, lanjutnya, tim melakukan penggeledahan dan menemukan seorang lelaki yang tak lain adalah Russ.
Benar saja, ternyata pelaku baru saja menyetubuhi tiga perempuan yang dua orang di antaranya masih anak-anak. Pelaku meminta dicarikan perempuan yang masih anak di bawah umur kepada tersangka A, seorang perempuan berusia 20 tahun yang merupakan warga negara Indonesia (WNI) melalui WhatsApp.
"Kemudian tersangka A mengenalkan dengan korban atas nama SS yang masih berusia lima belas tahun, kemudian tersangka RAM (Russ) langsung berkomunikasi kepada korban SS untuk diajak berhubungan intim layaknya suami-istri. RAM meminta kepada korban SS untuk mengajak teman-temannya. Jika korban memenuhi keinginan RAM, maka korban SS dan dua orang temannya yaitu LF dan TR akan diberikan imbalan uang masing-masing sebesar Rp2.000.000," katanya.

Dalam pemeriksaan lebih lanjut, lantas diketahui kalau Russ merupakan seorang buronan Interpol berdasarkan Red Notice Interpol.
Berdasarkan Red Notice Interpol tersebut RAM melakukan penipuan investor sekitar USD722 juta atau sekitar Rp10,8 triliun dengan menggunakan modus penipuan investasi saham, membuat, mengoperasikan, dan mempromosikan investasi dengan metode cryptocurrency skema ponzi.
Di dalami informasi lebih lanjut, pelaku adalah residivis kasus pelecehan seksual anak di bawah umur di Amerika dan sudah didakwa dua kali pada tahun 2006 dan tahun 2008. Dihukum penjara selama dua tahun oleh Pengadilan Distrik Negara Bagian Nevada, AS atas perbuatannya melakukan pelecehan seksual dengan korban anak berusia 14 tahun dan menyimpan material video dan gambar dengan objek anak sebagai korban seksual.
Russ Medlin merupakan DPO Federal Bureau of Investigation (FBI) yang dicari atas kasus penipuan saham bitcoin. Selain itu, Medlin juga punya catatan kelam lain.
Interpol telah menerbitkan red notice atas Medlin pada 10 Desember 2019. Medlin dicari oleh penegak hukum di Amerika Serikat atas kasus utama yakni penipuan investasi saham bitcoin.
Baca Juga:
Wajah Novel Bakal Melepuh Jika Disiram Air Keras, IPW: Saat Ini Masih Mulus dan Tampan
Data Interpol menyebutkan, Medlin setidaknya melakukan penipuan sejak April 2014 hingga Desember 2019 di New Jersey dan tempat lain. Kerugian investor mencapai sekitar USD722 juta.
Russ Medlin menjalankan kejahatannya ini melalui perusahaan bernama BitClub Network. BitClub Network adalah proyek yang bekerja untuk kepentingan anggotanya, membantu investor mendapatkan uang dalam Bitcoin. Anggota disebut akan memiliki akses eksklusif ke proyek pertambangan BitClub Network dan peluang pencarian Bitcoin lainnya.
Dengan sekitar USD99, seseorang akan memiliki anggota seumur hidup dari proyek ini. Setelah berpartisipasi, seseorang diklaim akan bisa mendapatkan sebagian dari manfaat dari penambangan Bitcoin mereka.
Jadi, dengan mendapatkan bagian dari Bitcoin yang mereka tambang, anggota akan mendapatkan total Bitcoin yang lebih signifikan nanti jika mereka baru saja membeli beberapa Bitcoin dan menyimpannya.
Selain itu, mereka mengatakan sedang menciptakan mata uang yang anggotanya akan menerima manfaat. Hal yang dianggap menggiurkan dari proyek ini adalah anggota bisa mendapatkan pendapatan pasif usai membayar. (Knu)
Baca Juga:
KPK Sita Tas dan Sepatu Mewah Terkait Suap dan Gratifikasi Nurhadi