Inggit Ganarsih, "Kartini" yang Dilupakan

Ana AmaliaAna Amalia - Kamis, 21 April 2016
Inggit Ganarsih,
Maudy Koesnaedi Sebagai Inggit Ganarsih dalam Film Soekarno/Foto: YouTube

MerahPutih Nasional - “…Sesungguhnya aku harus senang pula, karena dengan menempuh jalan yang bukan bertabur bunga, aku telah mengantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga…”. Sepenggal kalimat itu merupakan luapan perasaan perempuan Sunda yang tak mengenyam pendidikan namun dapat 'mendidik' sang Proklamator Soekarno dan menguatkannya di masa perjuangan dalam novel karya Ramdhan K.H.

Banyak orang yang tak pernah tahu kisah Istri ke-dua Soekarno, Inggit Ganarsih. Padahal Inggit adalah perempuan yang sangat setia penuh perjuangan mendampingi Soekarno sejak lelaki tegap itu bersekolah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) hingga mengantar Soekarno dan rakyat Indonesia ke depan gerbang kemerdekaan.

Kisah cinta Inggit dan Soekarno bermula dari kehadiran sang penyambung lidah rakyat itu ke kota kembang untuk mengenyam pendidikan. Saat itu Soekarno masih sangat muda tapi sudah berstatus sebagai suami dari putri H.O.S. TjokroaminotoUtari.

Begitu pun dengan Inggit, ia adalah Istri dari seorang saudagar yang juga sahabat H.O.S. Tjokroaminota di Serikat Islam (SI), Sanoesi atau biasa disapa kang Uci. Usia kedua sejoli ini pun jauh berbeda, Inggit 12 tahun lebih tua dari Kusno (nama sayang Soekarno).

Soekarno merupakan sosok lelaki gentle, ia berani mengutarakan maksudnya untuk meminang Inggit seusai menceraikan Utari. Soekarno meminta langsung Inggit dari suaminya.

Kang Uci adalah sosok yang mengerti ada sesuatu yang membara dalam jiwa anak muda bernama Soekarno itu untuk kemerdekaan bangsa ini, kang Uci juga tahu betul sosok Inggit yang bisa mengayomi Soekarno bukan hanya sebagai istri tapi sebagai penguat hati di masa perjuangan yang pastinya akan sangat berat.

Mereka pun menikah, kehidupan Inggit pun drastis berubah. Menjadi istri Soekarno adalah perjuangan tanpa balas. Status Soekarno yang masih menjadi mahasiswa, kegiatan Soekarno sebagai penyambung lidah rakyat berpidato kesana kemari pastinya membutuhkan biaya. Inggit lah yang berperan mencari nafkah, perempuan ini membuat bedak dan menjahit pakaian dalam untuk dijual.

Meski begitu, Inggit sangat senang mendampingi Soekarno. Baginya yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, hidup bersama Soekarna seperti bersekolah.

“Hidup serumah bersama Kusno tak beda dengan bersekolah. Dengan secara gampang aku dididik olehnya dan oleh percakapan-percakapan dengan teman-temannya, ditarik kedepan, sehingga mengetahui banyak hal tanpa menghafal seperti anak sekolah,” tutur Inggit dalam novel Ramdhan K.H.

Inggit bukan hanya berperan sebagai istri Soekarno, ia juga menjadi sosok ibu, sahabat, rekan, sekaligus kekasih sang singa podium. Dari sekian banyak perempuan yang berlabuh di hati Soekarno, Inggit bisa dikatakan sebagai perempuan yang paling berpengaruh. Perempuan periangan ini banyak membangun mental anak muda bernama Soekarno di masa perjuangan, ia mampu menyalakan api dalam hati Soekarno yang terkadang padam karena kerasnya perjuangan yang kemudian berkobar kembali. Di antara istri Soekarno lainnya, Inggit lah yang paling lama tak dimadu, usia pernikahan mereka lebih dari 20 tahun lamanya.

Masa perjuangan

Masa-masa perjuangan sulit Soekarno belum tentu mampu terlewati tanpa perempuan satu ini. Ia begitu mendukung suaminya bahkan saat Soekarno harus bolak balik dijebloskan ke penjara di Bandung oleh pemerintah Belanda. Inggit kerap kali berpuasa agar tubuhnya kurus dan dapat menyelipkan buku-buku atau pun koran soal perjuangan dalam kebayanya untuk diberikan pada Soekarno yang tengah mendekam di penjara.

Masa perjuangan semakin berat ketika Soekarno harus diasingkan ke Endeh, Flores, Nusa Tenggara Timur. Inggit dengan berat hati meninggalkan Bandung untuk terus berada di samping Soekarno. Segala kepedihan hidup di tanah Flores mereka jalani bersama, hingga akhirnya Soekarno terserang malaria dan dipindahkan ke Bengkulu.

Pindah ke Bengkulu menjadi kabar gembira bagi Inggit, tanah Flores banyak menyisakan kepedihan. Ia harus kehilangan sang ibu, Amsi yang meninggal di tanah timur itu.

“Bengkulu bagiku mengandung harapan. Bukankah Endeh telah meninggalkan kesan sedih kepadaku, dengan meninggalnya ibu Amsi, sedangkan Djuami pun pernah jatuh sakit malaria yang mengkhawatirkan. Juga Kusno pernah menggigil berhari-hari karena penyakit yang sama jahatnya.” (353)

Harapan tinggal lah harapan, pindah ke Bengkulu justru malapetaka bagi rumah tangga Inggit dan Soekarno. Di sanalah Soekarno berjumpa dengan Fatmawati yang masih sangat hijau. Semula Inggit tak menyangka Soekarno main hati dengan Fatma, karena Inggit menganggap Fatma sebagai anaknya sendiri karena ia adalah teman dekat Omi, putri angkat Soekarno dan Inggit.

Sedalam apa pun bangkai di kubur, baunya akan tetap tercium. Asmara antara Soekarno dan Fatma pun mulai dirasakan Inggit. Hingga akhirnya Soekarno meminta langsung untuk menikahi Fatma dengan alasan ingin memiliki keturunan.

 

Perceraian Inggit dan Soekarno

20 tahun berjuang bersama, 20 tahun menjalankan kehidupan rumah tangga, tak pernah sekali pun Soekarno mempermasalahkan kemandulan Inggit, tak pernah Soekarno meminta anak dari rahim Inggit. Tapi kali ini Soekarno benar-benar meminta sesuatu yag tak mungkin bisa Inggit berikan, bahkan di usianya yang telah senja, secara gamblang Soekarno meminta anak padanya.

Tentu ini menjadi luka yang menyayat hati seorang perempuan mandul yang bahkan telah menopose tak mungkin bisa hamil. Inggit pun meminta Soekarno menceraikannya jika ingin menikahi Fatma. Pada mulanya Soekarno bersikukuh menolak, ia berniat menjadikan Inggit sebagai First Lady ketika Indonesia merdeka.

Tapi bukan itu yang inggit mau, ia memberi tanpa meminta balas. Hingga akhirnya Belanda kalah perang dan Jepang mengambil alih kekuasaan, keluarga Soekarno pun kembali ke tanah Jawa.

Akhirnya dengan perjanjian yang disepakati bersama Empat Serangkai sebagai tim penasehat, dibuatlah surat resmi cerai untuk Inggit dengan beberapa pernyataan dari Soekarno terkait kewajibannya kepada Inggit. Dan Inggit pun sudah mereda kemarahannya dan menerima kenyataan hidupnya dengan lapang dada dan jiwa besar. Inggit diantarkan Soekarno pulang ke Bandung, dan disana mereka berpisah. Tepat disaat Soekarno hendak menuju Gerbang Istana Merdeka.

“…Sesungguhnya aku harus senang pula, karena dengan menempuh jalan yang bukan bertabur bunga, aku telah mengantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga…” (454)

Inggit Ganarsih, mungkin namanya tidak seharum Fatmawati atau pun Hartini. Inggit mungkin bukan perempuan penjahit bendera pusaka merah putih saat Soekarno membacakan teks Proklamasi, tapi Inggit adalah nafas semangat Soekarno di masa-masa perjuangan yang penuh luka. Inggit lah penguat jiwa sekaligus tempat Soekarno bersandar dikala ia tak mampu berdiri karena sulitnya keadaan.

Hari ini 21 April diperingati sebagai hari Kartini, Inggit mungkin menjadi salah satu wanita yang pantas disejajarkan dengan Kartini dan wanita-wanita menginspirasi lainnya dari Indonesia.

BACA JUGA:

  1. Motivasi RA Kartini untuk Kaum Perempuan
  2. Hari Kartini, Ini Pesan Airin Rahmi Diany Untuk Perempuan
  3. Trio Srikandi, Inspirasi "Kartini" Muda Dunia Olahraga
  4. Sosok Kartini Tua Di TPA Rawa Kucing
  5. Makna Lagu Ibu Kita Kartini
#Mengenang Inggit Garnasih #Inggit Garnasih
Bagikan
Ditulis Oleh

Ana Amalia

Happy life happy me
Bagikan