MerahPutih.com - Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte telah mengajukan permintaan maaf resmi atas nama negara Belanda terkait peran negara itu dalam perdagangan budak.
Hal ini dilakukan setelah kabinetnya melakukan perjalanan ke tujuh bekas koloni Negeri Kincir Angin di Amerika Selatan dan Karibia.
Baca Juga
Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menyayangkan pemerintah Belanda tidak secara secara eksplisit menyampaikan permintaan maaf terkait praktek perbudakan tersebut kepada Indonesia.
"Mengherankan, Indonesia sebagai wilayah terbesar yang alami penjajahan dan praktek perbudakan Belanda selama ratusan tahun tidak disebutkan," kata Sukamta di Jakarta, Jumat (23/12).
Sukamta mengatakan, beberapa kali permintaan maaf Pemerintah Belanda hanya ditujukan terkait kekerasan ekstrem yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia selama periode 1945-1949.
"Sebagai negara, Indonesia secara resmi memang baru ada tahun 1945, tetapi sebagai bangsa, Indonesia sudah sejak sebelum Belanda menjajah," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia berpendapat Pemerintah Indonesia perlu membentuk tim panel yang terdiri dari ahli sejarah, ahli hukum dan juga aktivis HAM untuk menyusun data dan fakta sejarah yang menunjukkan praktek perbudakan dan penindasan Belanda pada masa kolonialisme.
“Sebagai bangsa besar, kita tidak perlu mengemis permintaan maaf. Tetapi fakta kelam praktek penjajahan dan perbudakan yang dilakukan oleh Belanda yang berlangsung selama 300 tahun harus diakui oleh Belanda dan diketahui oleh dunia," imbuhnya.
Baca Juga
Aturan Dapil dan Alokasi Kursi Anggota DPR serta DPRD Keluar Sebelum 24 April
Menurut Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, hal itu penting dilakukan sebagai pengingat untuk menjauhkan praktek penjajahan karena menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.
Namun demikian, Sukamta juga berharap Pemerintah Indonesia juga memberikan respons secara resmi terhadap beberapa kali permintaan maaf yang disampaikan oleh Pemerintah Belanda terkait kekerasan ekstrem yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Adapun permintaan maaf tersebut disampaikan pada awal tahun 2022 oleh PM Rutte dan Raja Willem-Alexander pada tahun 2020 ketika berkunjung ke Jakarta.
"Kalau persoalan belum merespons karena sikap Belanda yang akui Indonesia baru eksis mulai 27 Desember 1949 saat Konferensi Meja Bundar (KMB), mestinya pemerintah perlu sampaikan sikap kepada Belanda untuk mengakui 17 Agustus 1945. Respons secara resmi perlu dilakukan sebagai upaya menjaga relasi dan kerjasama antar dua negara," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga
DPR Sebut Pemerintah Perlu Tambah Anggaran Pengangkatan Guru Honorer