MerahPutih.com - Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi. Hal ini terjadi karena banyaknya usaha yang gulunh tikar karena pandemi COVID-19.
Ini terkait laporan Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) terkontraksi minus 3,49 persen di kuartal III 2020 (year on year/yoy).
Staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menilai, meski besar terjadi resesi, namun ada kemajuan berati dari perekonomian Indonesia. Yustinus mencatat beberapa indikator penting di kuartal III mengalami petumbuhan yang signifikan.
Baca Juga
"Dan yang menarik kalau dibandingkan dengan kuartal III tahun lalu itu tumbuh positif. Ini juga kabar baik. Birokrasi juga bisa bekerja efektif dan efisien, dengan terbukti belanja pemerintah tumbuh 9,8 persen," katanya dalam acara diskusi di Jakarta, Minggu (8/11).
Diharapkan Yustinus, pada kuartal IV akan menjadi prakondisi untuk gambaran perekonomian Indonesia pada tahun depan.
"Saya ingin menggarisbawahi bahwa ini kali pertama pemerintah menjadi penyangga utama perekonomian ketika market begitu lumpuh dan warga menghadapi tekanan luar biasa," katanya.
Dirinya memberi contoh dengan alokasi stimulus penanganan COVID-19 mencapai 4,2 persen dari PDB dan ini diklaim Yustinus sebagai nilai besar pertama.
"Kita harus mempertahankan modal ini karena ini penting penataan ke depan dengan government yang semakin responsif, menjadi akselerator, nanti private sector tumbuh dan warga juga pulih dari sisi income," jelas Yustinus.
Ia merinci, ada sejumlah langkah yang sudah dan akan dilakukan pemerintah terkait masalah tersebut. Strategi itu stimulus kesehatan, jaring pengaman sosial atau bantuan sosial, dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Untuk poin ketiga, pemerintah akan fokus pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor informal.
"Dampak COVID-19 memukul dunia usaha, orang banyak kehilangan pekerjaan, dan tidak dapat dipungkiri memang ada peningkatan pengangguran, dan jumlah orang miskin, maka pemerintah melakukan tiga respons sekaligus, pertama kesehatan ditangani, kedua perlindungan sosial, dan ketiga adalah pemulihan ekonomi yang fokus pada UMKM dan informal," ujar Yustinus.
Dalam kajian pemerintah, langkah stimulus untuk pemulihan ekonomi nasional dan penanganan dampak pandemi tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh pemerintah itu sendiri. Yustinus menyebut, kontribusi dari kalangan menengah atas menjadi faktor lain terhadap akselerasi pemulihan.
Pemerintah, kata dia, menilai intensitas konsumsi atau daya beli kalangan menengah atas ikut berkontribusi bagi upaya pemulihan ekonomi secara nasional.
Dengan intensitas tersebut, maka bisnis dari pelaku usaha pun mengalami recovery. Dengan begitu, skema ini dapat menekan dan mencegah terjadinya pengangguran
Selain itu, Undangan-undang Omnibus Law Cipta Kerja juga dinilai menjadi instrumen lain pemerintah untuk membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja baru di Indonesia.
"Kuncinya ada di ekonomi kelas atas, aktivitas ekonomi sudah dilonggarkan, diharapkan dapat berdampak positif bagi upaya penciptaan kerja baru, kita optimistik bagi kalangan menengah atas, mereka berani berkonsumsi, traveling juga uda mulai baik, ini sudah mulai bergerilya. Karena tidak mungkin mengandalkan stimulus pemerintah saja," kata dia.
Baca Juga
"Hemat kami UU Cipaker diharapkan menjadi bantalan dan memperkuat pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja," sambungnya.
Pemerintah juga mencatat, hingga saat ini bantuan sosial yang diberitakan sudah menjangkau 40 persen total penduduk Indonesia dengan alokasikan anggaran sebesar Rp230 triliun pada 2020. (Knu)