MerahPutih.com - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan berlangsung pada 15-16 November 2022 di Bali. Sejumlah isu strategis global bakal dibahas di forum pemimpin dunia itu.
Pemerhati masalah energi, Iwan Bento Wijaya mengatakan bahwa isu transisi energi merupakan salah satu hal penting yang mesti dibahas. Menurut Iwan, Indonesia mesti mengambil peran penting dalam transisi energi ini.
Baca Juga
"Karena isu ini tidak lepas dari landasan sosiologis mengenai konsep keadilan sosial kepada seluruh masyarakat Indonesia hingga daerah tertinggal, terdepan dan terluar dalam menikmati energi," katanya dalam diskusi yang diadakan Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika di Jakarta, Jumat (28/10).
Dia menjelaskan bahwa isu transisi energi itu dilatarbelakangi oleh adanya semangat dunia pada penandatanganan perjanjian Paris di tahun 2016 (High-Level Signature Ceremony for the Paris Aggrement).
Apalagi ada berbagai macam potensi Indonesia dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan melakukan penguatan industri hulu dan hilir dalam pengembangan EBT. Pengembangan itu, dimulai dari industrial bahan baku EBT, melakukan percepatan infrastruktur hukum Transisi Energi.
"Ini guna memberikan kepastian hukum dalam menciptakan iklim iventasi yang baik hingga penerapan dan problematika gagasan power wheeling," kata Iwan yang juga Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika ini.
Baca Juga
Iwan menegaskan, bahwa percepatan transisi energi bukan hanya sebuah ide. Tapi juga harus diimplementasikan dengan langkah-langkah yang tepat, cepat dan terukur, dimulai dari pemetaan wilayah penghasil EBT dan wilayah-wilayah penghasil mineral penunjang EBT.
"Hal ini berguna untuk melakukan pemetaan dari supply, demand dan rantai pasok komuditi EBT," sebut Iwan.
Termasuk melakukan penguatan hulu dan hilir komuditi mineral penunjang EBT. "Sehingga EBT merupakan komoditi yang efisien dan terjangkau serta membumi untuk setiap warga negara," tambah Iwan.
Di sisi lain, penguatan hulu dan hilir pada proses transisi energi harus berbanding lurus dengan kepastian hukum yang berlaku. Yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.
Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik adalah salah satu komitmen pemerintah dalam mencipkan kepastiaan hukum pada proses transisi energi.
Namun, terkait pengaturan harga untuk tenaga listrik yang bersumber dari EBT serta konversi energi sedang dalam tahap pembahasan oleh pemerintah. Dengan bentuk Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBT).
Sejauh ini, RUU EBET tersebut merupakan tindak lanjut dalam kepastian hukum melalui gagasan power wheeling (penggunaan jaringan listrik bersama) dan insentif. Yang sekaligus bentuk kehadiran negara dalam pemenuhan energi pada setiap warga negara.
Gagasan power wheeling yang yang terdapat pada RUU EBET adalah bentuk kemajuan peradaban masyarakat dan negara dan menciptakan rasa keadilan sosial kepada setiap warga negara dalam memperoleh energi.
"Di mana negara hadir dalam mewujudkan dan memenuhi kebutuhan energi pada setiap warga negara," tutur Iwan.
Iwan mengatakan bahwa badan usaha yang telah memproduksi listrik yang bersumber pada EBT dapat menyalurkan produksi listriknya kepada masyarakat melalui jaringan listrik PLN.
Dari situlah, PLN akan dapat keuntungan yang bersumber pada harga sewa pengunaan jaringan listrik, yang dimana PLN juga sedang melakukan percepatan transisi energi dengan menyerap modal usaha yang sangat besar.
"Power Wheeling juga menjadi solusi dalam rangka upaya percepatan transisi energi," tegas Iwan.
Di sisi lain, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Harris mengatakan bahwa regulasi penting dalam menyongsong percepatan pengembangan EBT untuk penyediaan tenaga listrik.
Sebab, transisi energi merupakan komitmen pemerintah dalam rangka penurunan emisi. Termasuk energi bersih dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut dan energi bio akan menarik industrialisasi penghasil produk-produk rendah emisi.
"Komitmen Kementerian ESDM pada G20 terletak pada fokus transisi menuju energi yang berkelanjutan," terang Haris. (Knu)
Baca Juga