ADA 73 restoran yang punya Michelin-star di New York. Namun, laboratorium Universitas Columbia memiliki inovasi baru yang boleh jadi tidak bisa ditiru oleh restoran-restoran tersebut untuk saat ini. Mereka membuat sebuah cheesecake vegan yang diproduksi oleh mesin 3D printer.
Inovasi tersebut lahir atas gagasan Insinyur mekanik di Creative Machines Lab Columbia yang ingin mengguncang dunia kuliner. Mereka berharap di masa depan bisa mempunyai koki digital pribadi sendiri.
Baca Juga:
Dilansir Global News, untuk menunjukkan kemampuan teknologi pencetakan 3D yang mereka miliki, para insinyur tersebut membuat cheesecake vegan itu dari gabungan tujuh bahan. Bahan-bahan tersebut juga mudah ditemukan di toko kelontong sekitar New York.
Hasil dari metode inovatif tersebut diungkapkan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan Selasa lalu.
Bahan-bahan dasar yang digunakan untuk membuat cheesecake tersebut adalah biskuit graham, sementara lapisannya terdiri dari selai kacang, Nutella, cherry drizzle, banana puree, strawberry jelly dan whipped cream. Eksperimen ini disebut-sebut ingin menunjukkan bagaimana pencetakan 3D akan mengguncang industri perakitan makanan di masa depan.
Pengaplikasian pencetakan 3D dalam dunia makanan juga dianggap mampu meningkatkan keamanan makanan, sehingga memungkinkan pengguna mengendalikan kandungan nutrisi makanan dengan lebih mudah dan dalam waktu lebih singkat.
Baca Juga:
Buka Puasa dengan Cita Rasa Kuliner Betawi di 'Kampung Betawi' Mangan All Day Dining
“Pencetakan makanan 3D masih akan menghasilkan makanan olahan, tapi mungkin di sisi positifnya, bagi sebagian orang, kendali dan penyesuaian nutrisi yang lebih baik - nutrisi yang dipersonalisasi,” ungkap Christen Cooper, dari Pace University Nutrition and Dietetics.
“Ini mungkin juga berguna dalam membuat makanan lebih menarik bagi mereka yang memiliki gangguan menelan dengan meniru bentuk makanan asli dengan makanan bertekstur bubur yang dibutuhkan oleh jutaan pasien di AS saja,” lanjutnya.

Sejauh ini, masih belum pasti sejauh mana pencetakan 3D akan berdampak pada dunia produksi makanan. Andrew Feenberg, profesor filosofi teknologi di Universitas Simon Fraser, percaya bahwa kita lebih mungkin melihat makanan hasil cetak 3D di kafetaria dan restoran daripada di rumah.
“Ini mungkin menjadi lebih berguna di restoran dan kafetaria di mana pemuatan bahan dan program perangkat lunak dapat dilakukan pada jam-jam sepi,” kata Feenberg dikutip dari Guardian. (dsh)
Baca Juga:
Thanksgiving Brunch with Chef Vindex Tengker di JHL Solitaire Berlangsung Hangat