Idul Fitri 2021

Aku Non Muslim Memandang Tradisi Maaf-Maafan Lebaran

annehsannehs - Kamis, 13 Mei 2021
Aku Non Muslim Memandang Tradisi Maaf-Maafan Lebaran
Pengalaman menikmati lebaran setiap tahun . (Foto: Unsplash/RODNAE Productions)

BUNYI alarm di pagi buta menjadi pertanda bagiku bersiap. Mata masih membuka setengah namun langkah sudah harus bergegas menuju kamar mandi. Kelar mandi, saatnya membongkar isi lemari cari kaftan nan memang disiapkan sebagai busana setahun sekali. Lanjut berhias, membentuk alis, dan menata rambut sebab tidak menggunakan hijab.

Baca juga:

Berbagai Tradisi Takbiran di Indonesia

Sudah rapi, bila teman-teman di grup whatsapp sudah ramai unggah foto bergegas salat idul fitri, aku tetap di rumah menunggu mereka selesai salat di hari lebaran. Sambil menunggu, tentu sayang kalau enggak mengabadikan dandanan dan outfit lebaran. Cekrak-cekrek, lalu unggah media sosial.

Aku terlahir sebagai Kristiani. Berdarah campuran Tionghoa-Ambon. Tempat tinggalku pun banyak dihuni orang Tionghoa sehingga enggak merayakan lebaran. Namun, aku punya teman-teman dekat Muslim. Tiap lebaran tiba selalu semangat sebab bisa ikut bermaaf-maafan sambil menikmati sajian lebaran.

Kami memang sering bergantian, jika lebaran aku berkunjung ke rumah mereka, dan sebaliknya saat natal. Bukan sekadar menghargai, tapi memang lebaran punya makna tersendiri bagiku. Momen lebaran seperti punya kesan mendalam meski aku bukan orang Muslim.

Halal Bihalal. (Foto MP/Shenna)
Momen halal bihalal di rumah teman yang merayakan menjadi kesempatan istimewa. (Foto MP/Shenna)

Biasanya bila teman-teman sudah sampai di rumah selepas salat Ied, aku segera bergegas berangkat menuju rumah mereka. Kondisi tersebut terjadi sebelum pandemi. Saat masing-masing keluarga Muslim open house di saat lebaran. Tentu enggak lengkap ikut merayakan lebaran di rumah teman dekat tanpa membawa hampers.

Dua hari sebelum lebaran, aku biasa wara-wiri mencari bingkisan sesuai karakter masing-masing teman. Ada teman suka fashion, tentu hampersnya berkaitan dengan pernak-pernik fashion, seperti tas, sepatu, atau pouch kecil yang senada dengan masker kain. Yang suka dandan sudah pasti akan beroleh bingkisan di dalam lingkup tersebut.Teman suka membaca, aku kasih hampers berisi lilin aromaterapi agar mampu meningkatkan kenyamanan ketika sedang me time dengan cara membaca di rumah. Semua disesuaikan dengan kepribadian masing-masing.

Setiba di rumah teman, keluarga mereka menyambut hangat. Mempersilakan masuk, bersalam-salaman, saling bermaafan, dan langsung mempersilakan mencicipi sajian spesial, baik makanan ringan sampai berat. Aku pasti enggak sungkan langsung menuju meja makan. Pertama, ambil ketupat, opor, sayur pepaya, rendang, dan sambal. Aduhai nikmat banget. Sumpah! Plus makannya barengan jadi tambah asyik.

Baca juga:

Sains Menjawab Kapan Lebaran Tiba

Nah, kalau sudah makan besar, giliran cemal-cemil sambil ngobrol tipis. Asyiknya lagi bisa kenal saudara jauh dari temanku. Dapat kenalan baru apalagi orangnya menyenangkan pasti gembira, bisa menambah koneksi, kerabat, atau menjadi ajang cuci mata. Bahkan, kadang aku dapat 'salam tempel' atau kalau tradisi di keluargaku saat Imlek disebuat angpao. Hore!

Kangen deh suasana hangat di hari lebaran bersama teman-teman. Sekarang sudah sulit karena menjaga agar penyebaran COVID-19 tidak menyebar apalagi varian baru virus tersebut sudah ada kasusnya di Indonesia. Paling kangen sudah jelas makanan spesial lebaran, ghibah tipis, foto-foto barengan, ngumpul sampai malam, malah terkadang menginap. Sama sekali di keluarga teman-temanku enggak pernah masalah ada seorang Kristiani ikut dalam perayaan orang Muslim. Begitu pula sebaliknya.

Lilin aroma terapi bisa jadi ide hampers. (Foto: Unsplash/Pratiksha Mohanty)

Lilin aroma terapi bisa jadi ide hampers. (Foto: Unsplash/Pratiksha Mohanty)

Di masa pandemi, saling kirim hampers masih kami lakukan. Tetap sama sesuai karakter masing-masing teman. Aku juga senang kirim hampers isinya kaktus. Intinya sih biar teman-teman jadi lebih dekat dengan lingkungan. Jadi pemberian dariku secara nilai moral ditanam di kediaman teman dan tumbuh kembang bersama.

Kami harus berjarak lagi tahun ini. Paling kumpul melalui video call conference. Ritualnya juga masih sama. Tetap bangun pagi, mandi, dandan, pakai busana lebaran, tapi tatap muka di udara dari rumah masing-masing. Bedanya, sekarang teman-teman Muslim justru mengirim makanan spesial lebaran ke rumah. Seru deh masih bisa makan masakan mama-mama temanku tercinta. Sumpah endeus semua. Kalau buka open order pasti aku duluan pesan. Enggak bohong.

Sebagai seorang Kristiani, aku merasa lebaran di rumah teman-teman Muslim punya kesan dan makna mendalam betapa dalam satu tahun ada momen spesial setiap orang bisa bermaaf-maafan. Betapa asyiknya orang kenal, pernah, kenal, atau baru kenal bisa saling memaafkan. Bagi sebagian orang, memaafkan memang bukan perkara mudah. Makanya terkadang butuh momen. Di luar lebaran, enggak semua orang mau meminta maaf ketika berbuat salah, entah karena gengsi, malu, atau masih merasa tinggi hati. Nah, lebaran aku pikir sebagai medium paling tepat. Di dalam tradisi Kristiani sependek pengetahuanku memang tidak adak ocassion khusus orang-orang saling bermaafan.

Aku rasa lebaran harus disyukuri banyak orang sebagai peristiwa besar orang terlahir kembali karena kesalahannya telah dimaafkan. Tradisi maaf-maafan ketika lebaran menurutku menjadi hal baik, tidak hanya bagi umat Muslim, tetapi bagi semua orang, termasuk aku. Siapa berbuat salah bisa menurunkan gengsi untuk meminta maaf di waktu Lebaran, dan mereka dimintai maaf pun bisa membuka pintu maaf lebih besar dan mengampuni kesalahan-kesalahan orang-orang sekitarnya. Mohon maaf lahir dan batin semuanya. (SHN)

Baca juga:

Ide 'Hampers' Ramadan yang Ramah Lingkungan

#Mei Negeri Aing Maaf-maafan
Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Bagikan