ICW Minta MA Tolak Permohonan PK Terpidana Korupsi

Zulfikar SyZulfikar Sy - Selasa, 05 November 2019
ICW Minta MA Tolak Permohonan PK Terpidana Korupsi
Dokumentasi sidang Setya Novanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (2/10). ANTARA/Desca Natalia

MerahPutih.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus korupsi karena dapat menjadi jalan pintas bagi mereka untuk terbebas dari jeratan hukum.

"Majelis hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari para terpidana kasus korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11).

Baca Juga:

Keok Lawan Sofyan Basir di Sidang Korupsi, Begini Reaksi Bos KPK

Berdasarkan catatan ICW, setidaknya terdapat 21 terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK sedang mengajukan PK. Apalagi, belum lama ini mantan anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi mendapat potongan hukuman menjadi tujuh tahun sesuai putusan pengadilan tingkat pertama.

"Mahkamah Agung mesti waspada, publik khawatir ini dijadikan jalan pintas oleh pelaku korupsi untuk terbebas dari jerat hukum. Banyak nama besar, mulai Anas Urbaningrum, Setya Novanto, sampai pada OC Kaligis yang sedang berupaya menempuh jalur itu," ujarnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: ANTARA
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: ANTARA

ICW menyesalkan langkah MA yang mengurangi masa hukuman terhadap terpidana kasus korupsi. MA diketahui telah mengurangi hukuman enam terpidana kasus korupsi pada tingkat PK.

Model pengurangan hukuman tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni pidana penjara dan pengurangan ataupun penghapusan uang pengganti.

"Hal ini sekaligus menegaskan dugaan selama ini yang timbul di tengah masyarakat bahwa lembaga peradilan tidak lagi berpihak pada pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Menurut Kurnia, pemberian efek jera pada pelaku korupsi memang harus menjadi fokus pada setiap pemangku kepentingan, salah satunya lembaga peradilan.

Data tren vonis pada 2018 lalu, menunjukkan bahwa rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan pada pelaku korupsi hanya dua tahun lima bulan penjara. Sedangkan data terkait PK sejak 2007 sampai 2018 menunjukkan setidaknya 101 narapidana dibebaskan oleh MA.

"Padahal kasus-kasus yang diberikan pengurangan hukuman itu melibatkan elite politik dengan jabatan tertentu, contohnya Irman Gusman selaku mantan Ketua DPD, Patrialis Akbar yang mana merupakan mantan hakim Konstitusi, hingga Angelina Sondakh mantan anggota DPR," ujarnya.

Kurnia pun mengimbau Ketua MA Hatta Ali menaruh perhatian lebih pada persoalan ini. Sebab sejak Hatta Ali menjabat (2012-2019), setidaknya sudah ada sepuluh terpidana korupsi yang ditangani KPK diberikan keringanan hukuman pada tingkat PK.

Baca Juga:

Keberadaan Dewan Pengawas KPK Persulit Upaya Memberantas Korupsi

Jika fenomena pemberian keringanan hukuman bagi pelaku korupsi terus-menerus terjadi, maka tingkat kepercayaan publik pada MA akan semakin menurun.

"Ini terbukti pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu menunjukkan MA mendapatkan kurang dari 70 persen dari sisi kepercayaan publik," tandasnya.

Gedung KPK. (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Gedung KPK. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Adapun ke-21 terpidana korupsi yang mengajukan PK ke MA yaitu:

1. Perantara Suap Gubernur Bengkulu Rico Diansari yang divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta

2. Bupati Rokan Hulu Suparman yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta

3. Mantan Anggota DPR dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang divonis 14 tahun penjara, denda Rp5 miliar, uang pengganti Rp57 miliar dan 5 juta dolar AS

4. Anggota DPRD Sumut Guntur Manurung yang divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta, uang pengganti Rp 350 juta

5. Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar dalam kasus suap penjualan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) kepada instansi pertahanan Filipina yang divonis 4 tahun penjara dtiambah denda Rp200 juta

6. Panitera Pengganti Pengadilan Bengkulu Badaruddin Bachsin yang divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta

7. Direktur Keuangan PT Berdikari Siti Marwa yang divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta

8. Asisten Daerah III Provinsi Jambi Saipudin yang divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta

9. Plt Sekda Provinsi Jambi Erwan Malik yang divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta

10. Kontraktor Maringan Situmorang dalam perkara suap kepada Bupati Batubara yang divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta

11. Direktur PT Menara Agung Pusaka Donny Witono yang divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp50 juta

12. Bupati Batubara OK A Zulkarnain yang divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta dengan uang pengganti Rp5,9 miliar

13. Pengacara OC Kaligis divonis 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta

14. Panitera PN Jakarta Utara Rohadi divonis 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta

15. Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus KTP-Elektronik divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta dan uang pengganti 7,3 miliar dolar AS

16. Bupati Buton Samsu Umar Abdul divonis 3 tahun dan denda Rp150 juta

17. Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari divonis

10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta

18. Pengusaha Johannes Kotjo divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta

19. Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi divonis 6 tahun penjara

20. Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta

21. Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta. (Pon)

Baca Juga:

Bertemu Agus Rahardjo Cs, Kapolri Ingin Perkuat Kerja Sama Antikorupsi dengan KPK

#KPK #Kasus Korupsi #ICW
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan