ICW Kecam MA Sunat Hukuman Eks Bupati Talaud Jadi 2 Tahun Penjara

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 31 Agustus 2020
ICW Kecam MA Sunat Hukuman Eks Bupati Talaud Jadi 2 Tahun Penjara
Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Sri Wahyumi Manalip (@swmanalip)

MerahPutih.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang memotong hukuman pidana mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip.

Terpidana kasus suap terkait pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo tahun anggaran 2019 di Kabupaten Talaud tersebut dikurangi hukumannya menjadi tiga tahun penjara.

"Sejak awal yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman selama 4 tahun 6 bulan penjara, tetapi karena putusan PK tersebut malah dikurangi menjadi hanya 2 tahun penjara," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Senin (31/8).

Baca Juga:

KPK Jebloskan Penyuap Bupati Kepulauan Talaud ke Lapas Tanggerang

ICW menilai putusan PK itu janggal sebab hukuman perantara suap dalam perkara itu yakni Benhur Lalenoh lebih tinggi dibandingkan dengan hukuman penyelenggara negara yang jadi dalang dari tindak pidana korupsi.

"Sebagaimana diketahui, Benhur yang merupakan perantara suap Bupati Kepulauan Talaud dijatuhi pidana selama 4 tahun penjara," ujar Kurnia.

Kurnia, mengatakan, vonis PK tersebut jauh lebih rendah dibandingkan hukuman terhadap Abdul Latif yang merupakan Kepala Desa di Kabupaten Cirebon yang dihukum selama 4 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dana desa sebesar Rp354 juta.

"Namun, ICW tidak lagi kaget sebab sejak awal memang MA tidak menunjukkan keberpihakannya pada sektor pemberantasan korupsi. Tren vonis pada tahun 2019 membuktikan hal tersebut, rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara," bebernya.

Bupati Talaud
Mantan Bupati Taulud, Sri Wahyumi Maria Manalip (Dok/Ig)

Menurut Kurnia, vonis PK terhadap eks Bupati Talaud semakin menjauhkan efek jera bagi pelaku korupsi.
Dalam konteks PK, kata Kurnia, Ketua MA seharusnya selektif untuk memilih majelis yang akan menyidangkan perkara pada tingkat PK.

"Semestinya hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan terhadap pelaku korupsi tidak lagi dilibatkan. Tak hanya itu, klasifikasi korupsi sebagai 'extraordinary crime' seharusnya dapat dipahami dalam seluruh benak Hakim Agung, ini penting agar di masa yang akan datang putusan-putusan ringan tidak lagi dijatuhkan," kata dia.

ICW juga meminta tren “sunat hukuman” di tingkat PK menjadi perhatian khusus Ketua MA. Pasalnya berdasar data ICW sejak Maret 2019 sampai dengan saat ini setidaknya MA telah mengurangi hukuman sebanyak 11 terpidana kasus korupsi di tingkat PK.

Baca Juga:

Akui Terima Barang Mewah dari Swasta, Bupati Talaud: Dia Senang Sama Saya

"Jika ini terus menerus berlanjut maka publik tidak lagi percaya terhadap komitmen MA untuk memberantas korupsi," tegas dia.

Lebih lanjut Kurnia meminta kepada MA agar menolak 20 permohonan PK yang sedang diajukan oleh para terpidana kasus korupsi. "Sebab, bukan tidak mungkin PK ini hanya akal-akalan sekaligus jalan pintas agar pelaku korupsi itu bisa terbebas dari jerat hukum," tutup dia. (Pon)

#Sangihe Talaud
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan