MerahPutih.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan sejak awal sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung (MA) dalam pemberantasan korupsi.
Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, tren vonis koruptor tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (1/10).
Baca Juga:
Wakil Ketua KPK Minta MA Jelaskan Maksud Korting Hukuman Koruptor
Apalagi, kata Kurnia, saat ini terdapar 23 koruptor yang hukumannya dikorting oleh MA lewat putusan peninjaun kembali (PK).
Teranyar, MA memotong hukuman eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari 14 tahun menjadi delapan tahun penjara.

Menurut Kurnia, setidaknya ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja.
"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum, sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi," tegas dia.
Baca Juga:
KPK Belum Terima Salinan Putusan Korting Hukuman Koruptor dari MA
Oleh karena itu, ICW menuntut agar Ketua MA mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.
"Serta KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang dan Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," kata Kurnia. (Pon)
Baca Juga: