Merahputih.com - Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pemerintah harus mengkaji, mengklasifikasi serta menelusuri rekam jejak masing-masing orang dan kebijakan yang diambil pun sifatnya tidak bisa generalisir dalam pelarangan memulangkan eks WNI kombatan ISIS.
Sebab, dalam simpatisan tersebut terdapat perempuan dan anak-anak yang umumnya hanya korban. Baik korban propaganda ISIS maupun korban relasi kuasa yang timpang di keluarga.
Baca Juga:
Muhammadiyah Berharap Pemerintah Tidak Salah Kaprah Beri Stigma WNI yang Gabung ISIS
Terkait pencabutan warga negara, tindakan yang menjadi sorotan adalah perobekan paspor Indonesia oleh beberapa WNI eks ISIS. Namun hal tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa mereka telah mencabut kewarganegaraannya.
Merujuk pada Konvensi Montevideo tahun 1933, syarat berdirinya sebuah negara adalah populasi permanen, wilayah yang tetap, pemerintahan dengan kendali yang efektif; dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Hingga saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang bersedia menjalin hubungan diplomatik resmi dengan ISIS.
"Sehingga, pilihan untuk mencabut kewarganegaraan sebagai hukuman terhadap WNI eks ISIS dikhawatirkan justru memberikan legitimasi bagi keberadaan ISIS itu sendiri sebagai sebuah entitas politik," kata Direktur Eksekutif ICJR, Anggara Suwahju dalam keterangannya, Jumat (14/2).

ICJR berpandangan, pemerintah tidak dapat melakukan pencekalan atau pelarangan terhadap WNI eks ISIS yang ingin kembali ke Indonesia, karena dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan bahwa setiap WNI tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia.
Pasal 27 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan bahwa “warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
"Tidak ada dasar hukum untuk melarang WNI kembali ke Indonesia," kata Anggara.
Baca Juga:
Tolak WNI Simpatisan ISIS, Presiden Jokowi Utamakan Keselamatan 267 Juta Rakyat Indonesia
"Kami mendorong pemerintah untuk melakukan penilaian agar dapat memetakan tindakan yang diperlukan untuk rehabilitasi dan reintegrasi," tutup Anggara. (Knu)