PANDEMI COVID-19 membawa efek domino di berbagai lini. Ratusan bisnis terpaksa gulung tikar karena tidak sanggup menghadapi kerugian besar akibat kondisi tersebut.
Bukan hanya pebisnis saja, bahkan perusahaan ternama sekali pun harus merumahkan beberapa karyawannya. Akibatnya, demi memenuhi kebutuhan sehari-hari banyak dari mereka menjalankan bisnis rumahan.
Baca juga: Apa Pentingnya Segmentasi Pasar Bagi Suksesnya Usaha?
Mulai dari membuka jasa makanan, pembuatan ilustrasi, penerjemahan, jual baju, jual barang import, jasa livestreaming dan lain-lain dilakukan.
Namun, semangat berdagang tersebut tidak diiringi dengan perencanaan matang. Terdesak kebutuhan ekonomi menjadi alasan mereka melakukan berbagai cara agar barang dagangannya dilirik dan laku. Media sosial menjadi platform ampuh untuk mempromosikan produknya dengan biaya seminimal mungkin.
Bukan hanya di akun pribadi atau akun online shopnya saja, mereka kerap kali muncul di akun media sosial orang lain. Mereka kerap menghiasi kolom komentar di Instagram atau Twitter orang lain. Tak jarang pemilik akun dibuat kesal oleh ulah mereka.
Salah satu publik figur yang mengekspresikan kekesalan misalnya Jefri Nichol. Secara terang-terangan ia mengaku akan memblock orang-orang yang berjualan akun livestreaming di Twitternya.

Creativepreneur, Mangupta Sitorus menilai kesempatan transaksi tanpa adanya pertemuan antara pedagang dan pembeli mendorong para pedagang online lupa ada etika berkomunikasi dan berjualan yang tetap harus dijaga seperti di dunia nyata.
"Akun media sosial seseorang itu ibarat rumah seseorang. Kita sebaiknya menghormati sang pemilik rumah. Ingat bahwa kita hanya tamu di akun tersebut," ujar pria yang akrab disapa Gupta tersebut.
Baca juga: Masih ada Peluang bagi Wirausaha Muda di Tengah Pandemi
Hal sama juga berlaku saat kita ingin melakukan tag. Begitu mudahnya teknologi dan jejaring sosial membuat kita sering lupa dengan etika dan asal saja men-tag seseorang. Gupta menyarankan untuk meminta ijin terlebih dahulu sebelum men-tag seseorang. "Men-tag tanpa ijin ibarat Anda berdagang di pasar dan tiba tiba anda menyeret dan memaksa orang itu untuk melihat toko atau dagangan Anda," tuturnya.
Sementara itu, faktor lain yang membuat seseorang sembrono dan seolah tidak memahami etika berbisnis saat mempromosikan dagangannya karena tidak memahami pasar dan target market. Seringkali itu menjadi alasan pebisnis tidak bisa melakukan perencanaan.

Jika pemilik usaha mengetahui dan paham pasarnya, lanjutnya, maka promosi dapat dilakukan secara strategis, jelas target audience, di mana promosi dilakukan, berapa biaya promosi harus dialokasikan, dan berapa lama promosi dilakukan dan sebagainya.
Penting bagi penjual untuk mengerti dasar-dasar marketing. "Sesederhana mengerti produk apa yang cocok untuk market apa, dan bagaimana menghitung biaya serta harga," tambahnya.
Lalu bagaimana cara memberdayakan akun sosial media untuk berdagang?
"Jejaring sosial yang ada seperti Instagram dan Facebook menawarkan banyak cara yang sebenarnya bisa dijadikan alat promosi. Instagram dan Facebook Ad menjadi pilihan yang efektif dan efisien," saran Gupta. (Avia)
Baca juga: Plus-Minus Jualan Pakai Cara Pre-Order