Merahputih.com - Gugatan dan adanya penolakan terhadap pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur terus berlangsung. Bahkan, muncul petisi menolak kebijakan pemerintah tersebut.
Menurut Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, pihak-pihak yang mempergunakan hak konstitusionalnya mengajukan permohonan uji materi UU Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK) perlu ditampung.
“Salah satu syarat untuk menjadi hakim MK adalah negarawan. Dan saya berharap sembilan hakim MK yang ada sekarang akan memaksimalkan sifat kenegarawanan tersebut," kata Hidayat dalam keterangan persnya, Jumat (11/2).
Baca Juga
Senator DKI Minta Pemerintah Tidak Jual Aset di Jakarta Ketika IKN Pindah
HNW sapaan akrabnya mengatakan antusiasme menandatangani Petisi, dan gugatan ke MK menggambarkan sikap konstitusional banyak yang tidak menyetujui pemindahan Ibukota dan UU IKN.
"Dan bahwa mereka mengajukan uji materi UU IKN ke MK juga sangat tepat dan wajar, karena memang begitulah koridor konstitusional yang ada," imbuh HNW.
Ia menyebut, harusnya Pemerintah memberlakukan asas prioritas, dan fokus untuk keselamatan warga dan negara dari pandemi COVID-19. Bukan justru malah membuat project baru yang tidak urgent.
"Proyek IKN itu akan membebani APBN juga, padahal lebih bagus kalau anggaran tersebut bila ada, digunakan untuk selamatkan rakyat dan negara untuk recovery dari COVID-19 termasuk dampak-dampaknya,” imbuh HNW.
Ia meyakini, selain permasalahan formil dan materiil, faktanya persetujuan UU IKN di parlemen juga tidak didapat dengan suara bulat.
Salah satunya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) secara tegas menolak UU IKN tersebut karena masalah-masalah formil dan materiil. Sebab, RUU yang dipersiapkan dan dibahas secara terburu-buru, tidak memenuhi aturan formil pembuatan UU.
"Termasuk kesiapan soal anggaran pembangunannya, yang bila ada dalam APBN pun sebaiknya digunakan untuk membantu warga dan program pemulihan ekonomi nasional lainnya,” ujar HNW.
HNW berharap agar sembilan hakim MK dapat melihat secara objektif berbagai permasalahan terkait pembuatan UU IKN. Apalagi, selain berkaitan dengan uji materi, HNW memperkirakan warga juga akan mempersoalkan secara formil.
“Karena proses pembuatan UU IKN ini bahkan lebih cepat dari UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK,” ujarnya.
Sekedar informasi, Petisi menolak pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Negara Nusantara telah ditandatangani lebih dari 21 ribu orang. Jumlah ini tercapai dalam kurun waktu 4 hari pasca petisi dirilis.
CEO dan Co-Founder Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyampaikan petisi ini mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan rencana pemindahan dan pembangunan IKN.
Baca Juga
Petisi berjudul "Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota negara" itu diinisiasi oleh 45 tokoh menggalang dan diorganisasikan oleh Narasi Institute dan digalang melalui situs change.org.
Petisi tersebut ditujukan ke Presiden Jokowi, DPR, DPD dan MK.
Achmad mengatakan ada pesan yang mengartikan antusiasme publik terhadap petisi tersebut, pertama adalah publik menilai telah terjadi sumbatan aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU IKN.
"Kedua, Tingginya antusiasme publik terhadap petisi berarti melonjaknya ketidakpercayaan publik terhadap lembaga parlemen dan pemerintah terkait pembangunan IKN yang dirasakan tidak tepat waktunya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/2).
"Ketiga, antusiasme publik terkait petisi juga berarti publik melihat terjadi persekongkolan gelap yang perlu dilakukan perlawanan bersama yang masif melalui kanal lain karena kanal demokrasi yang ada, sudah tidak dapat dipercaya." tambahnya.
Baca Juga
Puan Ingatkan Pemerintah Libatkan Partisipasi Publik Bentuk Aturan UU IKN
Keempat, ia menilai publik merasakan penderitaan yang luar biasa dari pandemi dan kesulitan ekonomi.
Namun pilihan pemerintah malah menghamburkan uang dan bukan menangani kesehatan publik malah justru memprioritaskan proyek yang syarat kepentingan elit oligarki.
Pakar kebijakan publik ini menilai Presiden seharusnya mendengar petisi tersebut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi aspirasi publik tersebut. (Knu)