PAMER di sosial media tentu boleh. Semua pengguna akan pamer tentang kepintaran, kecantikan, ketampanan, bentuk tubuh ideal, hasil masakan, lagu kesukaan, penderitaan, dan tentu saja kekayaan. Flexing kekayaan di sosial media tentu saja sah, namun jika terus-menerus dilakukan, apalagi bukan hasil jerih payah keringatnya sendiri bukan tidak mungkin akan kena cibir.
Menurut laman Dictionary, flexing adalah istilah atau Pslang berarti pamer, entah fisik, kekayaan, atau hal lain dianggap lebih unggul dari orang lain. Tujuan seseorang melakukan flexing bisa bermacam-macam, seperti kepentingqn endorsement, menunjukkan identitas atau kredibilitas atas suatu kemampuan, dan mendapatkan pasangan kaya. Perilaku felxing juga tidak semata-mata sebagai bentuk pencitraan diri, bisa jadi sebagai alat marketing perusahaan.
Baca juga:
Mendamaikan Diri Saat Jadi Korban Momshaming Akibat Operasi Caesar

Dalam kehidupan nyata, flexing tidak hanya dilakukan kalangan selebriti atau pengusaha, tetapi juga teman-teman terdekatnya. Biasanya di Instagram Story atau Feeds bentuk felxing, seperti memamerkan jalan-jalan, gadget terbaru, makan di restoran mewah, grafik hijau di saham, pacar menawan orang asing, dan materi lainnya. Tidak bisa dipungkiri, sebagian orang pasti merasa iri hati dan kemudian membandingkan dirinya dengan orang lain.
Perilaku flexing memang tidak sepenuhnya negatif. Apalagi jika hal tersebut hasil pencapaiannya. Bisa jadi hal tersebut bagian dari apresiasi atas hasil pencapaiannya dengan susah-payah selam bertahun-tahun. Paling keliru tentu saja flexing tapi dengan memaksakan diri tanpa melihat realita hidup, atau istilah zaman sekarang 'gaya elit, ekonomi sulit'. Meski, flexing secara berlebih juga akan dianggap tidak sensitif terhadap kesulitan hidup orang lain di masa sulit pandemi.
Banyak orang salah dalam memaknai gaya hidup. Mereka cenderung menerapkan gaya hidup diidealkan banyak orang dibanding sesuai dengan kemampuannya. Hidup bakal terasa berantakan dan banyak beban ketika gaya hidup dipegang melebihi batas kemampuan. Salah satunya tergambar pada istilah BPJS alias Budget Pas-pasan Jiwa Sultan atau Sosialita.
Baca juga:

Ada beberapa tanda gaya hidup dinilai tidak sesuai kemampuan, salah satunya rela mengutang atau kredit untuk membeli barang branded demi beroleh pengakuan sebagai 'Sultan' dari orang lain. Saking inginnya mengikuti teman di media sosial, sampai rela kredit dan membayar cicilan barang itu setiap bulannya dan parahnya lagi, membeli barang branded KW alias palsu. Menginginkan barang branded tidak dilarang, tapi alangkah baiknya jika dipenuhi jika kamu benar-benar mampu membelinya.
Belum lagi cicilan pinjaman online cukup besar dan harus dibayar setiap bulannya. Hanya perkara pamer 15 detik di Instagram Story dan hilang dalam waktu 24 jam, kamu harus menderita karena pinjaman online berbulan-bulan. Sadar diri sejauh mana kemampuanmu dan gaya hidup seperti apa paling cocok untukmu supaya tidak menyusahkan diri sendiri.
Tanda lainnya, gajimu selalu habis digunakan untuk berfoya-foya dan pamer di media sosial. Mementingkan kesenangan sementara dibanding memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup dengan gaji dimiliki. Meski kamu masih muda, bijaklah dalam mengatur finansial sendiri.
Syukuri dan tidak perlu malu dengan keadaanmu sekarang. Berdamai dengan diri sendiri dan keandamu. Kamu sudah jauh lebih baik dibandingkan dirimu dua atau tiga tahun lalu. Lihatlah dirimu sekarang sudah punya gaji, bisa membeli barang diinginkan sejak dulu, dan kendaraan bisa mengantarkanmu untuk bekerja. Fokus dengan pencapaianmu sekarang, bukan dengan pencapaian orang lain. (and)
Baca juga:
Suara Kayu dan Kucaimars Hasilkan 'Obat Rindu' Mendamaikan Rasa Kangen LDR