MerahPutih.com - Keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar disambut sorak-sorai para penimbun serta pengusaha yang selama ini ingin meniadakan harga eceran tertinggi (HET).
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen minyak goreng, pemerintah memutuskan untuk mencabut arga eceran tertinggi (HET) minyak goreng.
Baca Juga:
Kejati DKI Tindak 3 Perusahaan Lakukan Ekspor Minyak Goreng
Padahal dalam aturan sebuelumnya, minyak goreng kemasan premium dipatok Rp 14 ribu per liter dan HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter.
"Para penimbun, yang menahan migor murah, akan sorak-sorai merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah," kata Mulyanto dalam keterangannya, Kamis (17/3).
Menurut Mulyanto, pasar minyak goreng bersifat oligopolistik. Dari data Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU), pasar migor dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor hanya dikuasai hanya oleh 4 produsen.
"Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik ini. Karenanya mana sudi mereka diganggu," tegasnya.
Apalagi, harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka USD 2.000 per ton. Penerimaan ekspor Indonesia tahun 2021 atas CPO sebesar USD 28,5 miliar naik 55 persen dibanding tahun 2020 yang hanya USD 18,4 miliar.
"Padahal secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya," ujarnya.

Pengenaan domestic market obligation (DMO) CPO sebanyak 20 persen dari kuota ekspor, yang kemudian dinaikan menjadi 30 persen, sekaligus dengan domestic price obligation (DPO) secara langsung memangkas keuntungan tersebut.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dalam jangka panjang pemerintah harus berani menata niaga minyak goreng ini, agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
"Salah satunya dengan merubah struktur pasar oligopolistik tersebut dengan mencabut regulasi yang menghambat serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng ini," ujarnya.
Pemerintah, kata ia, agar memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional termasuk juga Bulog untuk menata niaga minyak goreng. Sebab, saat ini kewenangan BPN hanya pada 9 komoditas yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.
"Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya ditugaskan untuk beras, kedelai dan jagung," katanya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah menghitung kebutuhan minyak goreng secara nasional rata-rata 300 hingga 330 juta liter, tetapi sudah didistribusikan lebih dari 500 juta liter. (Pon)
Baca Juga:
DPR Segera Bentuk Pansus Kelangkaan Minyak Goreng