TANPA disadari orang selalu terpapar oleh sinar UVA, UVB dan sinar biru. Padahal sinar-sinar itu secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada mata. Menurut Johnson & Johnson Indonesia paparan sinar radiasi UVA dan UVB yang berlebihan juga dikaitkan dengan sejumlah masalah mata. Misalnya seperti pinguecula, pterygium atau pertumbuhan pada lapisan luar (bagian putih mata), dan corneal sunburn (photokeratitis).
Demikian juga dengan paparan sinar biru yang berlebihan juga dapat menyebabkan mata lelah. Hal itu menyebabkan ketegangan mata akibat teknologi digital atau disebut dengan digital eye strain dan computer vision syndrome (CVS).
Baca Juga:

Sayangnya kesadaran masyarakat pada risiko bahaya sinar UVA, UVB, dan sinar biru masih sangat rendah. Kemudian informasi yang disampaikan masih relatif sedikit. Ini yang menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia kurang memahami pentingnya penggunaan alat pendukung penglihatan yang adaptif terhadap cahaya. Padahal ini akan sangat mempengaruhi kenyamanan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Kemudian berdasarkan data survei Johnson & Johnson Indonesia di tahun 2019, bahwa 97% masyarakat Indonesia merasa terganggu dengan cahaya berlebihan dan menyilaukan dalam aktivitas sehari-hari. Seperti saat dalam perjalanan, berolahraga di luar ruangan, serta kegiatan di tempat terbuka lainnya.
Ini tidak lepas dari kondisi geografis Indonesia sebagai negara tropis dengan intensitas sinar matahari yang tinggi. Disamping itu menonton TV dan penggunaan gawai secara aktif berdampak pada paparan cahaya biru yang berlebihan. Diketahui bahwa jumlah pengguna internet aktif di Indonesia mencapai 150 juta orang atau yang mewakili lebih dari setengah populasi. Dari survei yang dilakukan sekitar 80% dari responden mengatakan, mereka sering menyipitkan mata. Kemudian 73% bahkan merasa terganggu atau kehilangan fokus akibat cahaya yang menyilaukan.
Baca Juga:
Mata Minus Menghalangi Aktivitasmu? Atasi dengan Cara-Cara Ini

ketegangan mata akibat teknologi digital atau disebut dengan digital eye strain dan computer vision syndrome (CVS). (Foto: Pexels/bruce mars)
Untuk mengatasi itu orang harus mencari produk yang mampu meredakan gangguan itu. Produk tersburt harus dirancang untuk membantu mata menyesuaikan diri dengan lebih baik terhadap perubahan cahaya dan kondisi lingkungan. Termasuk meminimalkan perubahan tampilan pada mata pada saat saat terkena sinar UV atau HEV (High-Energy Visible).
Devy Andrie Yheanne, Country Leader of Communication & Public Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia, mengatakan bahwa produk seperti itu harus memberikan inovasi terbaik. “Kami percaya teknologi akan membantu masyarakat Indonesia untuk melihat lebih baik, terhubung lebih baik, dan hidup lebih baik,” kata Devy yang mengungkapkan produk anyar ACUVUE® OASYS with Transitions™, lensa kontak photocromic pertama di dunia yang dapat beradaptasi pada cahaya..
Produk yang dinobatkan oleh Majalah TIME sebagai salah satu Best Inventions di tahun 2018, menjadi inovasi yang menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia pada produk yang dapat melindungi mata dari paparan cahaya yang menyilaukan dan menghasilkan kinerja penglihatan yang optimal. (psr)
Baca Juga: