MerahPutih.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kelompok ini menyumbang inflasi pada Juli 2022 sebesar 0,21 persen month to month (mom) atau 6,51 persen year on year (yoy) secara tahunan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memproyeksikan tarif angkutan udara akan terus memberikan kontribusi terhadap inflasi tinggi hingga akhir 2022.
Baca Juga:
DKI Jakarta Catat Inflasi 0,57 Persen, BI Ungkap Faktor Pemicunya
"Angkutan udara ini sampai akhir tahun dirasakan masih akan tertinggi," ujar Tauhid dalam webinar bertajuk Mengelola Inflasi dan Mengantisipasi Stagnasi Ekonomi oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) secara daring di Jakarta, Kamis (4/8).
Tauhid mengatakan, maskapai penerbangan berupaya menambah jumlah penerbangan setelah dipaksa turun karena adanya pandemi COVID 19 pada 2020 hingga 2021. Namun, upaya kebangkitan ini, membutuhkan waktu lama karena pandemi telah membuat para maskapai merugi.
"Karena banyak pesawat yang di grounded, layout, sehingga tidak mudah langsung jumlah pesawat meningkat tajam," kata Tauhid.
Bersamaan dengan itu, para maskapai juga harus menghadapi meningkatnya harga bahan bakar Avtur yang disebabkan oleh gejolak harga komoditas energi di tingkat global.
Selain itu, semakin banyak penguasaan maskapai penerbangan oleh segelintir perusahaan induk saja. Hal ini menyebabkan persaingan harga tiket antar maskapai tidak kompetitif lagi.
"Persaingan antar tiket ini, kurang begitu terjadi saat ini," ujarnya dikutip Antara.
Saat ini, tarif angkutan udara merupakan penyumbang terbesar inflasi dari kelompok administered price, selain komponen bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter dan tarif listrik. Paling tidak, inflasi kelompok transportasi sebesar 1,13 persen.
Baca Juga:
Lonjakan Inflasi akan Gerus Daya Beli Masyarakat