Rumah nenek begitu dirindukan banyak orang saat Lebaran. (Pixabay-Freestock Photos)
SELAMA pandemi konsep lebaran Warga +62 bergeser. Tidak ada sungkeman atau makan opor bersama. Semua dilakukan secara virtual. Baik melalui aplikasi Zoom maupun video call. Namun di Zoom, kekurangannya tidak bisa mendengar suara ayam bersahutan saat pagi hari, menghirup udara segar di pedesaan, merasakan dinginnya air sumur ditimba sendiri, melihat orang-orang pawai takbiran sambil bawa bedug dan obor, dan lainnya.
Lebaran virtual memang menghilangkan makna esensial, silaturahmi sekaligus bersentuhan dengan banyak kenangan di kampung halaman, rumah nenek.
Kini, saat mulai landainya angka COVID-19 sehingga melonggarnya aturan PPKM, Warga +62 sudah bisa kembali berjumpa dengan sanak keluarga di kampung halaman. Lebaran bisa lagi merasakan euforia, seperti takbiran di kampung halaman, bahkan main petasan dengan adik sepupu masih kecil. Rumah nenek, memberi banyak kehangatan dan kerinduan akan kampung halaman. Ada sejumlah kebiasaan atau kekhasan dari rumah nenek amat dirindukan.
Pertama, tentu saja kehangatan sosoknya. Wujud cinta sang nenek dibuktikan dengan berbagai hal, termasuk memasak hidangan lebaran terbaiknya untuk cucu-cucunya. Semua hidangannya otentik home made dan hand made.
Masukin beras ke ketupat jadi aktifitas paling dirindukan. (Unsplash-Mufid Majnun)
Beberapa hari sebelum lebaran, nenek dan beberapa cucu biasanya berkumpul untuk membuat anyaman daun kelapa muda menjadi ketupat. Nah ketika malam takbiran, biasanya saudara-saudara sibuk berkumpul memasukkan beras ke anyaman ketupat tadi. Sembari memasukkan beras, mereka berbincang saling bertukar kabar. Suasana lantas begitu hidup.
Ketika malam takbiran, beberapa anak ikutan pawai keliling kampung. Ada bawa obor ada juga nabuh bedug. "Allahu Akbar!! Allahu Akbar! Allahu akbar wa lillaahil-hamd!" demikian mereka bertakbir dengan penuh semangat. Capek muter-muter mereka pulang ke rumah lanjut main petasan.
Malam harinya, ada ritual khusus dilakukan para cucu sebelum tidur. Mereka mengatur formasi tidur. Bantal disejajarkan di ruang tamu. Cucu lebih tua biasanya paling berkuasa. Ia bisa milih mau tidur di posisi mana. Posisi pojok biasanya jadi favorit karena paling adem. Cucu lebih muda biasanya pasrah saja terima tidur di mana.
Salam tempel paling ditunggu-tunggu saat Lebaran sehabis pulang salat ied. (Unsplash-Mufid Majnun)
Sebelum tidur biasanya mereka nonton TV bareng. Film ditonton biasanya sajian paket Lebaran. Bocah masih kecil-kecil semangat banget merapikan baju baru bakal dipakai saat salat esok hari. Bajunya disetrika rapi terus digantung, sementara sepatunya diletakkan di lantai dengan rapi.
Paginya, semua semangat. Orang-orang mulai antre buat mandi. Yang bagian terakhir paling apes karena mandi pakai air sisa-sisa. Semua sudah pakai baju lebaran. Baju baru, sandal baru, parfum juga tidak lupa disemprotkan. Beberapa ada sampai effort bawa kantung plastik buat nyimpen sandal barunya biar enggak digondol maling sendal.
Pulang ke rumah, mulai tradisi sungkeman. Yang muda sungkem sama lebih tua. Kegiatan setelah sungkem jadi favorit banyak orang: bagi-bagi amplop! Beberapa biasanya baris rapi banget biar kebagian amplop. Setelah dapat amplop, pelan-pelan ngebuka isinya. Kertas warna merah tentu jadi idaman semua orang.
Anak-anak berbaris rapih menanti salam tempel khas Lebaran. (Unsplash-Mufid Majnun)
Agenda dilanjutkan dengan makan opor dan ketupat dibuat bersama-sama sehari sebelumnya."Ih kamu masukin berasnya kebanyakan nih! Ketupatnya jadi keras," ujar salah seorang enggak ikut kontribusi buat ketupat tapi komentar aja.
Besoknya, setelah mengabiskan opor, ketupat, dan ngumpulin amplop, saatnya rebahan sambil habisin nastar buatan nenek. Sementara ada juga sepupu sibuk ngangkat-ngangkat ponsel ke udara, nyari sinyal karena belum ngabarin pacarnya dari Lebaran.
Begitulah beberapa momen nampaknya tahun ini bisa dirasakan lagi saat Lebaran. Momen apa paling kamu rindukan dan nantikan? (Avia)