Hakim Ziyech, Sang Maestro Asal Maroko dengan Tempaan Total Football
MerahPutih.com - Hakim Ziyech menjadi salah satu pemain muda yang merupakan hasil didikan akademi Heerenveen. Kini, ia menjadi pesepakbola yang tengah bersinar bersama Ajax Amsterdam.
Pemain berusia 27 tahun merupakan salah satu 'berlian' dalam skuat Ajax arahan Erik ten Hag kala itu yang mendapat perhatian lebih dari pemandu bakat klub-klub top Eropa. Ziyech di kategori yang sama dengan Matthijs de Light, Frenkie de Jong, Andre Onana, dan David Neres.
Baca Juga
Kiprah Ajax pada musim 2018-19 memang mencuri perhatian pecinta sepak bola Eropa, media, dan pengamat sepak bola. Bagaimana tidak, Si Anak-anak Dewa - julukan Ajax - mengakhiri musim dengan double winners Eredivisie dan Piala KNVB, serta mencapai semifinal Liga Champions untuk kali pertama sejak 1995.
Suporter Ajax saat itu benar-benar dibawa terbang tinggi melihat performa tim yang seperti raksasa tengah tertidur. Maklum saja Ajax kekuatan yang disegani di masa lalu.
Di tengah impitan klub-klub kaya raya yang gemar mengoleksi bintang top Eropa untuk mengejar prestasi instan, Ajax masih tetap berpegang teguh dengan prinsip yang mereka miliki.
Ajax tetap setia mengorbitkan produk akademi dan memberinya kesempatan mentas di tim utama, plus tetap setia memainkan sepak bola ofensif yang sudah ditanamkan dari era Rinus Michels (medio awal 1970-an).
Ziyech beruntung terlahir di Dronten, Belanda, meski darah asli Maroko mengalir dalam tubuhnya. Tempaan sepak bola Belanda mengasahnya jadi pesepak bola yang cerdas hingga dia layak dijuluki sang maestro dari Maroko.
Baca Juga
Liga 1 2020 bakal Dilanjutkan, Klub Minta Hal Ini kepada PSSI
"Ziyech salah satu pemain yang selalu bermain sangat baik tiap musimnya. Dia tipe pemain yang jika Anda melihatnya beraksi maka Anda akan bahagia," ucap mantan gelandang serang Ajax, Steven Pienaar.
"Dia pesepak bola yang sempurna, tapi under rated (tidak terlalu disorot meski bagus), Anda tahu, jika dia bukan orang Eropa, Anda akan selalu dinilai under rated."
Masuk Radar Klub-klub Top Eropa (Khususnya Premier League)
Dikutip dari Squawka, setidaknya ada enam klub (empat dari Premier League) Eropa yang saat ini memantau situasi Ziyech, yakni: Manchester City, Bayern Munchen, Manchester United, Arsenal, AS Roma, dan Liverpool.
Sekedar informasi, Ziyech bisa pergi ke salah satu klub itu dengan 'hanya' harga 25 juta euro sesuai dengan klausul pembeliannya. Menilik klub-klub tersebut, gaya main Ziyech cocok untuk Man City, Bayern, dan Arsenal.
Man City punya filosofi sepak bola ofensif di bawah asuhan Pep Guardiola, begitu juga Arsenal yang selalu jadi tempat yang bagus dalam mengembangkan karier pemain muda. Sementara Bayern tengah mencari penyerang sayap pengganti Arjen Robben yang hengkang di akhir musim ini.
Ziyech punya profil yang bagus untuk memperkuat klub-klub tersebut. Whoscored memberinya rating 8,50 dan ini jadi penilaian tertinggi di antara pemain-pemain yang berkiprah di Eredivisie. Ziyech punya keunggulan hampir di segala sisi ofensif.
Lemah dalam melakukan tekel, Ziyech dapat mengkreasikan serangan dengan kaki kidalnya, mengirim umpan akurat dengan visi bermainnya, mencetak gol, mengambil tendangan bebas, dan bermain di banyak posisi di lini depan.
Pergerakannya yang fleksibel membuat lawan kesulitan menghentikannya jika menerapkan penjagaan satu lawan satu. Posisi idealnya adalah penyerang sayap kanan.
Di posisi itu Ziyech bisa menjadi inverted winger atau penyerang sayap yang kerap melakukan penetrasi ke area 16 meter dari sisi sayap, atau mengelabui lawan dengan memberikan umpan silang.
Musim ini di Eredivisie, Ziyech punya catatan tendangan per laga terbanyak pada poin 5,4 di atas 4,4 striker PSV, Luuk de Jong. Plus, Ziyech menorehkan assist terbanyak dengan jumlah 12 assists - sama dengan Dusan Tadic.
Jadi, klub mana pun yang akan mendapatkan mantan pemain Heerenveen dan Twente itu, akan memiliki seorang pemain yang jenius dan dapat diandalkan dalam fase ofensif.
Alasan Memilih Maroko ketimbang Belanda
Bak kacang tak lupa kulit, Ziyech, sama seperti Moubarak Boussoufa, Karim El Ahmadi, Nordin Amrabat, dan Sofyan Amrabat, mengingat baik DNA asli mereka sebagai pemain-pemain berdarah Maroko yang lahir di Belanda.
Mereka punya 1001 alasan untuk memperkuat Belanda yang selalu dianggap negara besar sepak bola di Eropa dan tentu saja, mendapatkan sorotan dan kans meraih trofi lebih besar. Tapi, mereka lebih memilih Maroko, termasuk Ziyech.
“Federasi sepak bola Maroko telah mendekati saya selama bertahun-tahun. Saya lahir di sini (Belanda), tapi asal muasal keluarga saya dari sana (Maroko)”, tutur Ziyech di tahun 2015, ketika ia memilih memperkuat Maroko ketimbang Belanda.
Pilihan itu sempat mendapatkan respons keras dari ikon sepak bola Belanda, Marvo van Basten. “Bodohnya Anda, lebih memilih Maroko padahal kamu berpeluang besar dipanggil (timnas) Belanda,” cetus Van Basten.
Apa boleh buat, Van Basten. Ziyech memang sempat memperkuat timnas Belanda U-19 hingga U-21, tapi, loyalitasnya ada pada negara tempat keluarganya berasal.
Hubungan buruk Van Basten dengan Ziyech pun terungkap tak lama dari momen tersebut. Ternyata, Ziyech pernah kecewa dengan Van Basten, yang melatih Heerenveen pada medio 2012-2014, dan kala itu (2012) Ziyech ada di tim junior Heerenveen.
"Dia sempat akan meminjamkan saya di musim pertama saya, dan mengucap berbagai janji. Namun, setelah itu ia tidak berbicara lagi dengan saya, tanpa alasan yang jelas. Van Basten merupakan legenda di sini, tapi ia bukan pelatih yang bagus" papar Ziyech kepada Fox Sports Belanda.
Tiga tahun berlalu dan Ziyech bisa dengan bangga memperlihatkan pilihannya itu tidak salah: Maroko bermain di Piala Dunia 2018 dan Belanda hanya menjadi penonton. Sampai saat ini, Ziyech sudah menorehkan 23 caps dan 12 gol dengan timnas Maroko. (Bolaskor)