MASALAH pengembalian dana haji sedang hangat diperbincangkan. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, sampai turun tangan mengklarifikasi isu penggunaan dana haji untuk penguatan nilai rupiah.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), menurut Perry Warjiyo, punya kewenangan internal dan mutlak menempatkan dana haji belum terpakai dalam bentuk rupiah atau valuta asing.
Baca juga: Tradisi "Besaran", Ziarah Makam Wali Dianggap Setara Naik Haji
"Wajar kalau misalnya suku bunga valas rendah, rupiah menguat, ada pergeseran semula dananya si valas ke rupiah. Itu keputusan internal dan mutlak BPKH," kata Perry dikutip antaranews.com.
Calon jemaah haji di tahun 2020 memang harus menelan pil pahit tak bisa menunaikan Rukun Islam kelima lantaran pandemi COVID-19.

Bukan kali ini saja kota Mekkah menutup diri untuk pelaksanaan haji. Bila kini pandemi, pada 152 tahun silam kolera menjadi wabah besar di kota Mekkah.
Sejarawan Iowa State University, Michael Christopher Low, peminat kajian kesultanan Ottoman, pada “Epire and the Hajj: Pilgrims, Plagues, adn Pan-Islam under British Surveillance, 1865-1908”, mencatat jumlah korban kolera di seluruh Hijaz mencapai 15.000 jiwa dan di Mesir memakan korban 60.000 jiwa.
Penderita kolera berciri diare dan mengalami dehidrasi akut. Wabah kolera di Mekkah, menurut Henry Chambert Loir, pada Naik Haji di Masa Silam; Kisah-Kisah Orang Indonesia Naik Haji 1482-1964, disebabkan karena bangkai-bangkai hewan kurban dibiarkan membusuk.

Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, seorang ulama Malaka, menjadi saksi keganasan kolera menjangkit kota Mekkah. Bersama Syekh Haji Adam, Abdullah pergi menggunakan unta menuju Mekkah pada 10 Mei 1854 mendapati para jemaah menderita sakit kolera. “Matilah ia di sana (Mekkah) kata orang kena penyakit ta`un,” tulis HC Klinkert pada “Verhaal eener pelgrimsreis van Singapoera naa Mekah, door Abdoellah bin Abdil Kadir Moensji, gedaan in het jaar 1854,” BKI 1867. Kata ta`un pada bahasa Arab menunjukan penyakit sejenis kolera.
Otoritas Mekkah bahkan melembagakan karantina lantaran kolera semakin ganas. Suaka karantinan pertama dibangun di pulau Abu Sa`ad dekat Suez pada tahun 1831, kemudian ditutup pada 1881, diganti dengan pulau Kamaran di selatan Jeddah.
Baca juga: Lakon Sejarah Dakon, Permainan Tradisional Paling Populer Saat Ramadan
Lokasi karantina terakhir, menurut Snouck Hurgronje pada Mekka in the Latter Part of the 19th Century, memiliki tujuan untuk memeras jamaah haji. Snouck memang berkali-kali mengecam lembaga karantina di tanah suci.
Mulai tahun 1903, karantina lantas dikelola bersama, meliputi Turki, dan tiga negara kolonial; Inggris, Perancis, dan Belanda. (*)
Baca juga: Hari Kedua Lebaran, Diponegoro Dijadikan Tahanan Negara (3)