Hadapi Hepatitis Akut, Indonesia Jangan Terlambat Kembangkan Vaksin

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Selasa, 17 Mei 2022
Hadapi Hepatitis Akut, Indonesia Jangan Terlambat Kembangkan Vaksin
Lab Biofarma. (Foto: Antara)

MerahPutih.com - Terobosan baru harus dilakukan mempercepat penciptaan dan produksi vaksin dalam negeri. Hal itu untuk mengantisipasi penyakit hepatitis akut misterius serta penyakit-penyakit menular yang diakibatkan virus lainnya.

"Kita mendorong pemerintah untuk lebih berdikari dan berdaulat di bidang kesehatan terutama di penciptaan vaksin," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo kepada wartawan di Jakarta, Senin (16/5).

Baca Juga:

Antisipasi Kasus Hepatitis Akut Misterius, Dinkes Solo Gencar Lakukan Sosialisasi PHBS

Legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini mengatakan, jika berkaca dari penanganan pandemi COVID-19, serta munculnya penyakit hepatitis akut misterius, Indonesia terlambat dalam penciptaan kemandirian di bidang vaksin.

Saat ini, kata Rahmad, Indonesia masih mendatangkan 100 persen vaksin dari luar negeri, sementara vaksin merah putih masih dalam proses.

"Kondisi ini membuktikan kita sangat terlambat dalam membuat vaksin dalam negeri karena vaksinasi kesatu, kedua dan sudah hampir selesai, vaksinasi tinggal sedikit yakni vaksin booster," ujarnya.

Rahmad menyakini, secara keilmuan Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain dalam menciptakan vaksin. Dikatakannya, ilmu dan teknologi untuk menciptakan vaksin sama saja.

Menurutnya, yang menjadi kendala adalah masalah anggaran. Sebab, untuk melakukan uji klinis hingga tahap ketiga dibutuhkan anggaran hingga ratusan miliar.

"Karena itu kedepan kita akan mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan anggaran. Kita selaku bangsa harus bisa membuat vaksin sendiri, tidak tergantung vaksin dari luar negeri," bebernya.

Menurut Rahmad, ada dua manfaat nyata jika Indonesia berdaulat dan mandiri di bidang vaksin. Manfaat pertama, vaksin bisa memenuhi kebutuhan bangsa sendiri sehingga Indonesi bisa lebih awal melindungi rakyatnya dan tidak tergantung dari vaksin dari luar negeri.

"Kedua dari sisi anggaran, anggaran devisa kita akan lebih hemat karena tidak lagi membeli vaksin dari luar negeri," katanya.

Ilustrasi vaksinasi. (Foto: Antara)
Ilustrasi vaksinasi. (Foto: Antara)

Rahmad mengatakan, mengingat memang dibutuhkan anggaran yang besar untuk melakukan uji klinis vaksin, bisa saja misalnya terlebih dahulu fokus penelitianya dilakukan uji praklinis di tingkat laboratorium yang tidak membutuhkan terlalu besar biaya.

"Kalau memang ternyata penyakitnya tidak berlanjut membahayakan ya, sudah tidak usah lagi dilanjut kepada tahap klinis uji klinis satu dua dan tiga karna ternyata penyakitnya bisa dikendalikan," katanya.

BRIN, kata ia, harus menjadikan penelitian kesehatan terutama penemuan vaksin menjadi prioritas. Termasuk segera melakukukan percepatan penelitian virus hepatistis akut serta penyakit lainya.

"Ingat, vaksin adalah salah satu senjata kita dalam menangkal penyakit akibat virus yang menular," katanya.

Per 10 Mei 2022, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes mencatat, jumlah kasus unknown hepatitis atau hepatitis akut telah mencapai angka 436 dari 27 negara, dengan Indonesia telah masuk di dalamnya.

Di Indonesia, per 13 Mei 2022, jumlah kasus hepatitis akut tercatat sebanyak 17 kasus, dengan satu diantaranya sudah masuk kategori probable. (Pon)

Baca Juga:

Komisi X DPR Desak Nadiem Ambil Langkah Mitigasi Hepatitis Akut di Sekolah

#Hepatitis #Hari Hepatitis Sedunia #DPR #Vaksinasi #Pengembangan Vaksin #COVID-19 #Kasus COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan