MerahPutih.com - Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2.714 triliun untuk belanja pemerintah baik pusat dan daerah di 2022. Rinciannya belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.944,5 triliun, sedangkan belanja pemerintah daerah Rp 769,6 triliun.
Namun, Presiden Joko Widodo meminta seluruh kementerian dan lembaga, untuk mencadangkan anggaran minimal lima persen dari pagu anggaran untuk mengantisipasi perkembangan situasi pandemi COVID-19.
Baca Juga:
DPR Sahkan APBN 2022, Ini Besarannya
"Bapak Presiden menginstruksikan agar seluruh kementerian/lembaga memberikan atau melakukan pencadangan, sehingga kalau sampai terjadi adanya situasi seperti yang kita hadapi dengan Varian Delta di bulan Juli-Agustus lalu, kita tidak perlu melakukan refocusing yang membuat disrupsi di dalam pelaksanaan anggaran," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Sri mengatakan, pemulihan ekonomi di kuartal IV diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup kuat, terutama ditunjang dengan beberapa indikator, seperti Consumer Confidence Index yang meningkat, Retail Sales Index meningkat, PMI Manufaktur juga meningkat atau recover sesudah mengalami penurunan akibat (Varian) Delta.
Selain itu, imbuh Sri Mulyani, ekspor-impor Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi, yaitu sebesar 50 persen. Untuk pasar keuangan, yield surat berharga mengalami perbaikan dengan spread yang menurun dari US Treasury.

"Tadinya pada awal bulan Juli 2021 spread-nya 512 bps atau basis poin, sekarang menurun menjadi 449 bps. Rupiah dan indeks harga saham (IHSG) juga mengalami perbaikan," ujar Menkeu.
Meski demikian, Sri Mulyani menyadari terdapat tantangan yang harus diwaspadai, di antaranya kecenderungan inflasi atau kenaikan harga. Saat ini terjadi kenaikan harga produsen di sejumlah negara yang dapat menyebabkan kenaikan pada harga di tingkat konsumen.
"Untuk Indonesia sendiri kita lihat harga di tingkat produsen juga mengalami kenaikan 7,3 persen. Kalau di Eropa kenaikannya bahkan mencapai 16,3 persen, Cina 13,5 persen, dan di Amerika Serikat 8,6 persen, (Republik) Korea 7,5 persen. Kenaikan harga produsen ini harus kita waspadai agar tidak mendorong kenaikan inflasi pada tingkat konsumen," ujarnya.
Kenaikan inflasi yang tajam, lanjut Menkeu, memicu Bank Sentral Amerika atau The Fed melakukan tapering off yang berpotensi mempengaruhi stabilitas sistem keuangan global. Kenaikan federal funds rate ini bisa menimbulkan potensi guncangan dari sisi capital flow ke emerging country dan juga kemudian menimbulkan excess dari sisi nilai tukar.
"Indonesia juga harus berhati-hati dan waspada terhadap kemungkinan dinamika global yang berasal dari potensi tapering off ini,” ujarnya. (Asp)
Baca Juga:
Akhirnya, APBN Digelontorkan Buat Kereta Cepat