Gus Yahya Diharapkan Jaga NU dari Politik Praktis

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 24 Desember 2021
Gus Yahya Diharapkan Jaga NU dari Politik Praktis
Ketua Umum PBNU terpilih Yahya Cholil Staquf (tengah) saat Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU), di Universitas Lampung, Lampung, Jumat (24/12/2021). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.)

MerahPutih.com - KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026.

Gus Yahya unggul dengan perolehan 337 dalam Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU), di Gedung Serbaguna Universitas Lampung, Bandar Lampung, Jumat (24/12).

Mantan Jubir Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu unggul dari rivalnya petahana Ketua Umum PBNU dua periode KH Said Aqil Siradj yang hanya mendapat 210 suara.

Baca Juga:

Muhammadiyah Harap Gus Yahya Perkuat Kerja Sama Antar-Ormas Islam

Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina A Khoirul Umam mengatakan, Gus Yahya yang baru terpilih diharapkan dapat menjaga NU dari kepentingan politik praktis.

Menurut Umam, Gus Yahya harus dapat menunaikan janjinya kepada PWNU, PCNU, dan PCINU, yaitu memimpin NU yang netral dan independen.

“Orientasi Khitah 1926 menjadi janji politik yang harus dipenuhi Kiai Yahya. Namun, PBNU tetap memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga arah politik dan demokrasi di Indonesia dengan memainkan peran strategis dalam konteks politik kebangsaan,” kata Umam saat dihubungi di Jakarta, Jumat (24/12).

“NU tidak boleh terjebak dalam politik praktis,” tegas dia, dikutip Antara.

Baca Juga:

Gus Yahya Pimpin PBNU, Ketum Muhammadiyah Utarakan Harapan

Khitah 1926 merujuk pada komitmen bersama untuk menjaga NU agar tetap sesuai dengan semangat saat organisasi itu didirikan pada 1926, yaitu tidak terjebak pada politik praktis, tetapi menerapkan politik kebangsaan dan keumatan.

Untuk mencapai tujuan itu, Umam yang pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidz PCINU Queensland, Australia menyampaikan Gus Yahya harus memastikan NU senantiasa menegakkan Islam wasathiyah (toleran dan moderat) dalam ruang demokrasi di Indonesia.

Nilai-nilai itu, menurut Umam, perlu diperkuat untuk menghadapi kekuatan ekonomi politik yang memanfaatkan sentimen Islam konservatif dan fundamentalis apalagi pada momen pemilihan umum.

“NU menjadi jangkar, pengayom, sekaligus tempat bertemunya (melting point) seluruh kekuatan Islam moderat di Indonesia agar eksploitasi politik identitas yang digarap melalui hoaks, fake news, dan hate speech yang membanjiri ruang demokrasi digital di tanah air dinetralkan dengan optimal,” terang Umam. (*)

Baca Juga:

Jadi Ketum PBNU, Gus Yahya: Terima Kasih Kiai Said Aqil

#Gus Yahya #Ketua Umum PBNU #Nahdlatul Ulama
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan