Guru Besar UI: Kapal Perang Tiongkok di Natuna Utara tidak Langgar Hukum Internasional

Andika PratamaAndika Pratama - Sabtu, 18 September 2021
Guru Besar UI: Kapal Perang Tiongkok di Natuna Utara tidak Langgar Hukum Internasional
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

MerahPutih.com - Kapal Perang dan Coast Guard Tiongkok wara-wari di Laut Natuna Utara. Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menilai tindakan itu tidak melanggar hukum internasional.

Perairan tersebut, lanjut Hikmahanto, meski Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, tetapi berada di laut lepas. Wilayah itu, tidak tunduk pada kedaulatan Indonesia.

Baca Juga

Kapal Tiongkok Gentayangan di Natuna, Prabowo dan Luhut Harus Bersikap

"Tindakan Kapal Perang Tiongkok secara hukum internasional tidak melanggar hukum mengingat Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berada di laut lepas di mana wilayah ini tidak tunduk pada kedaulatan Indonesia," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (18/9).

KRI Karel Satsuitubun-356 (kanan) dibayangi Kapal Coast Guard China (kiri) saat melaksanakan patroli di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1).  Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
KRI Karel Satsuitubun-356 (kanan) dibayangi Kapal Coast Guard China (kiri) saat melaksanakan patroli di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Namun demikian. kata dia, tidak seharusnya kapal militer Tiongkok berada di laut lepas kecuali sedang melakukan pelayaran untuk melakukan perlintasan. Ini mengingat kapal militer ditujukan untuk mempertahankan wilayah kedaulatan negara.

"Keberadaan kapal militer Tiongkok kemungkinan untuk menandingi kapal-kapal perang Indonesia yang berada di laut lepas dalam rangka penegakan hukum di ZEE dan melakukan penangkapan atas nelayan-nelayan Tiongkok," ujarnya.

Hikmahanto menuturkan, para nelayan Tiongkok dalam perspektif pemerintah Tiongkok tentu tidak melakukan illegal fishing mengingat mereka melakukan penangkapan ikan di traditional fishing ground berdasarkan klaim sembilan garis putus.

Hikmahanto menyatakan, menghadapi intimidasi Kapal Perang dan Coast Guard China terhadap para nelayan tidak mungkin mengerahkan kekuatan Angkatan Laut ataupun melakukan pengusiran karena keberadaan Kapal Perang tersebut berada di Laut Lepas.

"Dapat dipastikan Kapal Perang dan Coast Guard Tiongkok akan terus berlalu lalang hingga akhir zaman. Ini mengingat Tiongkok tidak mau melepas klaim Sembilan Garis Putus yang sejak 2016 dinyatakan oleh Permanent Court of Arbitration sebagai tidak memiliki dasar berdasarkan UNCLOS," ujarnya.

Lalu apa upaya yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghadapi kapal perang Tiongkok?

"Mengerahkan kapal-kapal Bakamla untuk memunculkan rasa aman dan ketenangan bagi para nelayan Indonesia dalam menangkap ikan di ZEE," katanya.

"Pemerintah mendorong para nelayan untuk membanjiri dan mengeksploitasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna Utara dengan memberi subsidi dan insentif," tegasnya.

Salah satu KRI yang bersiaga di perairan Laut Natuna Utara, Jumat (17/9/2021) ANTARA/HO-Dinas Penerangan Komando Armada I TNI AL
Salah satu KRI yang bersiaga di perairan Laut Natuna Utara, Jumat (17/9/2021) ANTARA/HO-Dinas Penerangan Komando Armada I TNI AL

Sebelumnya sejumlah nelayan Indonesia di Natuna menyampaikan Kapal Perang dan Coast Guard Tiongkok lalu lalang dan mengintimidasi mereka saat menangkap ikan. (Pon)

Baca Juga

Pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Laut Natuna Ditargetkan Rampung 2022

#Perairan Natuna #Hikmahanto Juwana
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan