Pameran Seni

Goethe Institut Berkolaborasi dengan Museum Dunia untuk Hadirkan Pameran Seni

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Jumat, 06 Agustus 2021
Goethe Institut Berkolaborasi dengan Museum Dunia untuk Hadirkan Pameran Seni
'Collecting Entanglements and Embodied Histories' hadir di beberapa negara. (Foto: Istimewa)

GOETHE Institut, Galeri Nasional Indonesia, MAIIAM Contemporary Art Museum, Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin dan Singapore Art Museum meluncurkan 'Collecting Entanglements and Embodied Histories'. Ini merupakan sebuah proyek jangka panjang yang memungkinkan terjadinya percakapan pertemuan, serta pertukaran gagasan, wacana, dan karya di antara koleksi sejumlah lembaga yang terlibat.

Percakapan ini akan menjadi empat pameran yang berbeda di Chiang Mai, Singapura, Berlin dan Jakarta. Pameran ini memiliki kurator Anna-Catharina Gebbers, Grace Samboh, Gridthiya Gaweewong dan June Yap. Para kurator merumuskan landasan proyek ini secara bersama-sama.

Baca juga:

Museum Ini Bantu Anak-Anak Menjelajah Dunia Selama #DiRumahAja

Collecting Entanglements and Embodied Histories bertujuan menelusuri bermacam cerita, kontra-sejarah, dan bagian sejarah yang hilang, yang gaung semangatnya masih jelas terdengar sembari mencari bentuk—bentuk pengisahan baru. ".

Mulai sekarang sampai Maret 2022, pemirsa dapat mengikuti program publik bulanan yang diampu oleh para kurator dan disiarkan di Youtube dan Facebook setiap Kamis terakhir dalam sebulan pada pukul 17.00 waktu Jakarta dan Bangkok (UTC+7) / pukul 18.00 waktu Singapura (UTC+8) / pukul 12 waktu Berlin (UTC+2).

Salah satu karya yang akan hadir. (Foto: Istimewa)

ERRATA, Chiang Mai, MAIIAM Contemporary Art Museum (30 Juli – 1 November 2021)

ERRATA adalah babak pertama dalam rangkaian pameran Collecting Entanglements and Embodied Histories. Pameran ini menyajikan hampir 100 karya dari 38 perupa dan 4 arsip. Pameran ini dikurasi oleh Gridthiya Gaweewong, bersama Anna-Catharina Gebbers, Grace Samboh dan June Yap. Selama pameran berlangsung, audiens dapat mengikuti program publik yang berlangsung secara daring maupun luring.

Pada 29 Juli 2021, kurator Gridthiya Gaweewong telah memandu The ‘Body‘ is Not Just Flesh, diskusi daring bersama seniman Arahmaiani, Kawita Vatanajyankur dan Sutthirat Supaparinya dengan moderator Zoe Butt. Program ini tersedia untuk disaksikan di kanal Youtube dan Facebook Goethe-Institut Thaland, serta di halaman Facebook Galeri Nasional Indonesia, Goethe-Institut Indonesien, Goethe-Institut Singapore, Hamburger Bahnhof – Museum für Gegenwart – Berlin, MAIIAM Contemporary Art Museum dan Singapore Art Museum.

The Gift, diadakan oleh Singapore Art Museum (20 Agustus – 7 November 2021)

Babak kedua rangkaian pameran ini mengeksplorasi gagasan pertukaran, pengaruh dan jejak melalui subyek pemberian, atau hadiah. Pameran ini dikurasi oleh June Yap, bersama Anna-Catharina Gebbers, Grace Samboh dan Gridthiya Gaweewong dan diadakan di National Gallery Singapore.

Baca juga:

Mulia, Museum di Polandia Ini Didedikasikan untuk Kucing

June Yap, Direktur Kuratorial, Koleksi dan Program, Singapore Art Museum, berpesan pameran ini dikurasi untuk mengamati hal-hal berwujud dan tidak berwujud pada dan di sekitar objek, karya seni dan riwayat, serta bagaimana hal-hal itu saling terjalin. "Sama seperti pemberian, hubungan kita dengan objek, karya seni dan riwayat tidak dapat dipertimbangkan tanpa memperhatikan hubungan antar orang," ungkap June Yap.

Nation, Narration, Narcosis, Hamburger Bahnhof – Museum für Gegenwart – Berlin (4 November 2021 – 3 Juli 2022)

Dikurasi oleh Anna-Catharina Gebbers bersama Grace Samboh, Gridthiya Gaweewong dan June Yap, pameran di Berlin ini mengeksplorasi hubungan di antara bentuk-bentuk seni yang kritis. Misalnya seperti seni rupa pertunjukan, seni media berbasis waktu, dan instalasi serta protes politik, trauma sejarah, dan kisah-kisah sosial.

Berbagai mitos dan cerita yang menyertai proses pembangunan bangsa, yang biasanya bersifat brutal, dipatahkan oleh kisah lain dalam karya-karya pada pameran ini. Konsep negara yang terkandung dalam nama “Galeri Nasional” berhadapan dengan gagasan dengan bentuk lain dari komunitas, solidaritas dan rasa kebersamaan. Pameran ini mempertemukan karya-karya lebih dari 50 seniman, arsip berbagai gerakan seniman serta intervensi oleh para penggagas kolektif budaya.

Pameran ini akan menghadirkan kurator profesional. (Foto: Istimewa)

Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak, Jakarta, Galeri Nasional Indonesia (28 Januari – 28 Februari 2022 – TBC)

Sekitar masa Konferensi Asia-Afrika (Bandung, 1955), pameran berorientasi geopolitik mulai merebak di seluruh dunia. Di antaranya tercatat Sao Paulo Biennale (perdana 1951), Alexandria Biennale (perdana 1955), dan Biennial of Graphic Arts (Ljubljana, perdana 1955).

Satu dasawarsa kemudian ASEAN dibentuk. Memasuki tahun 1981, pameran keliling di antara negara-negara anggota ASEAN mulai berlangsung. Pada masa itu juga terjadi lonjakan pameran internasional yang tidak berkiblat ke Barat seperti Fukuoka Asian Art Triennale (perdana 1979), Asian Art Biennale (Bangladesh, perdana 1981), Australia and the Regions Exchange (perdana 1983), dan Havana Biennale (perdana 1984).

Grace Samboh, peneliti dan kurator, menerangkan Galeri Nasional Indonesia (Galnas) menjadi rumah untuk lebih dari 1898 karya seni modern dan kontemporer. Pada umumnya, Galnas mewadahi pameran eksternal dan menjalankan program-program yang diprakarsai oleh Direktorat Seni dan Budaya.

"Saya ingin memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada. Saya ingin melihat bagaimana negara menyapa masyarakat serta pekerja seni sembari menghidupkan koleksi mereka melalui ajang pameran, seminar dan peragaan koleksi," kata Grace. (ikh)

Baca juga:

Bekal Pameran Masa Depan, Museum Dokumentasikan Kehidupan Saat Pandemi COVID-19

#Pameran Seni #Museum #Pameran
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.
Bagikan