PERUSAHAAN media visual dan penyuplai stok foto Getty Images menggugat mesin AI pencipta karya seni Stable Diffusion atas dugaan pelanggaran hak cipta. Seperti diungkapkan The Verge, Selasa (7/2), perusahaan itu mengatakan bahwa Stable Diffusion telah secara tidak sah menyalin dan memproses jutaan gambar Getty Images.
Pasalnya, gambar-gambar yang diunggah oleh Getty Images dilindungi hak cipta dan menyalin foto-foto itu menjadi tindakan melanggar hukum. Pencipta AI itu melatih perangkat mereka untuk melakukan hal melanggar aturan tersebut, dan Getty Images telah memulai proses hukum di Pengadilan Tinggi London.
CEO Getty Images Craig Peters mengatakan bahwa perusahaan telah mengeluarkan informasi mengenai surat sebelum tindakan kepada Stable Diffusion mengenai hal tersebut. Kini, mereka akan mengirim pemberitahuan resmi tentang litigasi yang akan datang di Inggris.
Baca juga:
Sambut Metaverse, Mark Zuckerberg Beberkan Proyek AI Terbaru Meta

"Pendorong surat (gugatan) itu adalah penggunaan kekayaan intelektual orang lain oleh Stable Diffusion tanpa izin atau pertimbangan, untuk membangun penawaran komersial demi keuntungan finansial mereka sendiri," kata Peters.
Peters menambahkan bahwa dirinya tak yakin penerapan khusus penawaran komersial kepada Stable Diffusion akan tercakup dalam transaksi wajar di Inggris atau penggunaan wajar di AS. Stable Diffusion juga tidak berupaya menjangkau Getty Images untuk memanfaatkan materi foto mereka.
Maka dari itu, Getty Images memutuskan untuk mengambil tindakan tersebut demi melindungi hak kekayaan intelektual mereka dan para kontributor yang telah bekerja untuk menciptakan karya-karya foto itu. Sementara, perwakilan pers Stable Diffusion Angela Pontarolo belum bisa berkomentar mengenai hal itu.
Gugatan tersebut menandai eskalasi dalam pertarungan hukum yang berkembang antara perusahaan AI dan pembuat konten untuk mendapatkan kredit, keuntungan, dan arah masa depan industri kreatif. Alat seni AI seperti Stable Diffusion mengandalkan gambar buatan manusia untuk data pelatihan.
Baca juga:
Dishub DKI Gunakan AI untuk Atasi Kemacetan

Sering kali mereka mengambil data dari web, dan tanpa sepengetahuan atau persetujuan pembuatnya. Perusahaan AI mengklaim praktik itu dicakup undang-undang seperti doktrin penggunaan wajar AS, tetapi banyak pemegang hak tak setuju dan menganggap itu sebagai kegiatan nan melanggar hak cipta.
Peters membandingkan lanskap hukum saat ini di kancah AI generatif dengan masa-masa awal musik digital. Saat itu perusahaan seperti Napster menawarkan layanan populer namun ilegal sebelum kesepakatan baru dicapai dengan pemegang lisensi seperti label musik.
"Saya tidak berpikir ini tentang kerusakan dan ini bukan tentang menghentikan distribusi teknologi ini. Saya pikir ada cara untuk membangun model generatif yang menghargai kekayaan intelektual," tandas Peters. (waf)
Baca juga:
Engineer Google Klaim Teknologi AI Punya Perasaan