Gaya Hidup

Generasi Z: Pekerja Keras, Peka, dan Suka dengan Orisinalitas

Ananda Dimas PrasetyaAnanda Dimas Prasetya - Jumat, 07 Juni 2019
Generasi Z: Pekerja Keras, Peka, dan Suka dengan Orisinalitas
Generasi Z adalah generasi pekerja keras dan peka. (Foto: pixabay/amykins)

MENURUT data yang dilansir dari veterinarybusiness.dvm360com, generasi Z dimulai dari kelahiran tahun 1995 sampai 2012. Generasi yang kerasan dengan dunia digital dan maraknya media sosial ini ternyata terbukti lebih pekerja keras, visioner, kritis, serta lebih tertarik pada hal orisinil. Apa maksudnya? Yuk cek analisanya dibawah ini!

1. Berkemauan kuat, ambisius, dan pekerja keras

Generasi Z: Pekerja Keras, Peka, dan Suka dengan Orisinalitas
Ambisius dan keras kepala dalam meraih tujuan hidup. (Foto: pixabay/free-photos)

Menurut survei yang dilakukan oleh restaurantbusinessonline.com, sepertiga dari 3,400 responden yang berasal dari 12 negara dengan rentang usia antara 16-25 tahun mengklaim diri mereka sendiri sebagai generasi yang paling bekerja keras dan berkemauan keras.

Mereka juga merasa bahwa generasi mereka merupakan generasi yang paling diremehkan oleh generasi kakek-nenek serta kakek-nenek buyut mereka yang disebut juga sebagai silent generation.

Dewasa ini, generasi Z memang seringkali dianggap keras kepala karena mereka merasa harus mendapatkan apa yang mereka inginkan. Meskipun terdengar negatif, tetapi kemauan keras yang dimiliki generasi Z seringkali menjadi visi misi mereka untuk bisa maju dan sukses.

Seiring dengan melekatnya media sosial yang tentunya mendatangkan sepaket pengaruh buruk dan baik, banyaknya kehidupan mewah yang ditampilkan juga bisa menjadi inspirasi bagi generasi Z untuk menjadi ambisius terkait meraih kesuksesan di masa depan.

Meskipun sering dikonotasikan sebagai bentuk fake life yang hanya memamerkan nikmatnya hidup dalam kemewahan dan kekayaan, baik semu ataupun nyata, nampaknya para pengguna media sosial yang suka memamerkan "kehidupan sempurna"nya ini tidak selalu memberikan dampak buruk seperti rasa insecure, tidak cukup baik, serta tidak pernah bersyukur akan kehidupan bagi para pengguna media sosial lain.

Jika ingin dilihat dari perspektif yang berbeda, sebagian pengguna media sosial malah menganggap kehidupan luxurious di media sosial bisa menjadi acuan mereka untuk terus bekerja keras dan menjadi sosok individu yang mandiri secara finansial.

"I have to be successful because i like expensive things" menjadi motto sebagian dari generasi Z. Jika kamu salah seorang generasi Z, apakah kamu berpikiran sama?

2. Opini tidak mudah digiring media

Generasi Z: Pekerja Keras, Peka, dan Suka dengan Orisinalitas
Menjadi gate keeper sekaligus kontributor. (Foto: pixabay/rawpixel)

Dewasa ini, mendapatkan berbagai informasi semudah menjentikkan jari. Digitalisasi membuat segalanya mudah diakses dan juga mudah disebarkan. Era digital yang menemani generasi Z ini juga memungkinkan mereka untuk kritis terhadap segala isu dan mendidik mereka supaya mandiri, dalam konteks menjadi kontributor sekaligus gatekeeper terhadap banyaknya informasi yang beredar.

Dilansir dari iowastatedaily.com, berdasarkan survei yang dilakukan kepada 3,009 responden yang dikategorikan sebagai generasi milenial dari 10 negara yang berbeda-beda, 43% responden mengatakan bahwa media massa merupakan pengaruh buruk bagi dunia, dan 27% responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kepercayaan sama sekali terhadap media massa dan tidak melihat itu sebagai sumber yang bisa dipercaya.

Salah satu pelajar di bidang finance mengatakan bahwa organisasi penyedia berita telah banyak dibiaskan, sehingga dia mengalami kesulitan untuk mencari sumber yang kredibel. Ia juga mengatakan bahwa ia harus menilai apakah para penyedia informasi ini hanya ingin clickbait saja atau benar-benar menghantarkan informasi yang penting dan akurat.

Kesimpulannya, generasi Z telah terbiasa untuk menimbang-nimbang informasi dari berbagai portal berita sehingga mereka mampu menganalisa sendiri berbagai peristiwa yang terjadi. Kegiatan ini membuat generasi Z mau tidak mau mengasah kemampuan otak kiri mereka yang melibatkan tugas-tugas yang menyangkut logika, bahasa, serta berpikir secara analitis.

3. Cepat tanggap serta peka terhadap berbagai isu

Generasi Z: Pekerja Keras, Peka, dan Suka dengan Orisinalitas
Generasi Z cenderung responsif dan peka. (Foto: pixabay/TeroVesalainen)

Masih dari survei yang sama, 46% generasi Z juga menyatakan bahwa mereka memiliki kekhawatiran terhadap perubahan work nature yang mana akan menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) bertumbuh dengan cepat dan dirasa mampu menyelesaikan berbagai tugas yang bisa mengikis lapangan kerja untuk manusia.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa meskipun generasi Z saat ini masih berusia 24 tahun kebawah, namun mereka telah peka terhadap isu-isu yang akan datang dan telah menyiapkan beberapa solusi untuk generasi mereka sendiri.

Terkait isu tersebut, generasi Z berpikir bahwa daripada menggantikan pekerjaan manusia, AI bisa digunakan untuk membantu orang dalam menyempurnakan tugas mereka.

Menurut Chinar Kaul, seorang senior di bidang computer engineering mengatakan bahwa AI memang seharusnya digunakan untuk membantu pekerjaan manusia, bukan menggeser manusia. Kaul juga menambahkan bahwa sesungguhnya tidak akan ada rancangan yang bisa menggantikan manusia.

Ia memberikan tips untuk generasi muda, bahwa soft skill seperti komunikasi serta kreativitas adalah kunci untuk mempertahankan suau pekerjaan.

4. Sesuatu yang orisinal lebih dihargai

Generasi Z: Pekerja Keras, Peka, dan Suka dengan Orisinalitas
Kebenaran buruk lebih baik daripada kebohongan yang manis. (Foto: pixabay/suju)

Pernahkah kamu membaca buku Atonement karangan Ian McEwan? Novel yang terkenal pada saat sebelum dan ketika Perang Dunia II berlangsung ini telah membuka pemikiran baru untuk kita lewat analogi vas bunganya.

Sebuah vas bunga merupakan struktur kokoh yang bisa mempertahankan kecantikan bunga liar dan memberikan tampilan sempurna bagi para pengunjung. Tetapi ketika dihancurkan, keberantakannya akan terlihat. Singkirkanlah vas tersebut, dan pengunjung bisa memiliki gambaran yang jelas terhadap apa yang terjadi dibalik keindahan yang mereka saksikan. Meskipun tidak cantik, tetapi itu nyata.

Pada dasarnya, ini semua merujuk pada satu kata, yaitu keaslian. Dan itulah yang dibutuhkan oleh generasi saat ini, bukan apa yang cantik, tetapi apa yang nyata.

Kesimpulan ini juga dibenarkan oleh Danielle Lambert, pendiri Snout School serta seorang konsultan bisnis, marketing, serta ahli komunikasi. Ia mengatakan bahwa dari sudut pandang bisnis, ketika menghadapi klien muda, hal nomor satu yang harus diperhatikan adalah keotentikan.

"Generasi Z telah melihat bagaimana generasi milenial memanfaatkan kehadiran internet sebagai penopang kepribadian yang palsu, sehingga generasi yang akan datang akan merasa terganggu terhadap hal itu" ungkapnya. (shn)

#Generasi Millenials #Generasi Z
Bagikan
Ditulis Oleh

Ananda Dimas Prasetya

nowhereman.. cause every second is a lesson for you to learn to be free.
Bagikan