PERTEMUAN ragam bentuk, permainan gelap-terang, dan tiga garis tegas di tiga tepi membuat lukisan bertarikh 1971 tersebut tampak dinamis terpancang di Meeting Room 7, Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Rabu (12/10). Tak hanya bermain pada bentuk, garis, dan objek gelap-terang, melainkan pula padu-padan warna solid dan pastel melengkapi pertemuan ragam unsur lukisan abstrak karya Handrio nan dipajang pada konferensi pers edisi kelima Art Moment Jakarta (AMJ).
"Kami ingin menghadirkan seniman 'hidden gem' agar publik tahu karya-karya terbaiknya. Lihat karya lukisan Handrio ini, tahun 1971 sudah buat karya sebagus ini, tapi namanya jarang sekali muncul," kata Co-Founder dan Fair Director Art Moments Jakarta Sendy Widjaja kepada Merahputih.com.
Baca juga:
Menilik Pameran 'Jejak Memori Moda Transportasi Jakarta: MRT Jakarta'
Di gelaran kelima AMJ pada 4-6 November 2022 di Grand Ballroom Sheraton Grand Jakarta Gandaria City dan Gandaria City Hall, sambung Sendy, salah satunya akan menampilkan karya-karya terbaik Handrio sekaligus peluncuran buku lakon hidup pelukis kelahiran Purwakarta 1926 bertajuk Handrio: Dari Abstrak Geometrik Menuju Komposisi Musik gubahan kurator serenta kiritikus seni rupa Eddy Soetriyono.
Pameran karya dan peluncuran buku Handrio, lanjut Sendy, menjadi salah satu bentuk edukasi AMJ kepada publik untuk mengenalkan sosok besar namun belum banyak orang tahu di kancah seni rupa Tanah Air padahal tersohor dengan lukisan abstraknya. Handrio telah melukis sejak masa Pendudukan Jepang, membina ilmu lukis pada pelukis legendaris, seperti Affandi, Agus Jayasuminta, Basuki Abdullah, dan S Sudjojono.

Pelukis nan pernah berpameran di Biennale Sao Paulo dan Singapura (1954), di India dan Pameran 25 tahun PBB (1955), Pameran Tunggal Sketsa di Yogakarta (1982 dan 1986), Pameran Keliling ASEAN (1989), Pameran KIAS di Amerika (1991) tersebut sempat mencecap belajar seni lukis di Pusat Kesenian Kebudayaan, lalu memutuskan untuk menjadi karyawan TVRI stasiun Yogyakarta.
Jejak langkah mendiang pelukis nan menetap di Kaliurang 45, Yogyakarta, memang senyap dari perbicangan bahkan di kalangan seni rupa akhir-akhir ini. "Ia meninggal sebelum menikmati keberhasilannya," kata Sendy pada paparannya. "Handrio perlu sekali muncul agar karyanya bisa dinikmati banyak orang".
Selain Handrio, sambung Sendy, AMJ akan menampilkan pula karya seni gigantik karya maestro seni lukis asal Bali I Made Wianta di lobi mal Gandaria City. Kerjasama AMJ dan Wianta Foundation tersebut menampilkan karya instalasi berukuran besar sehingga, lanjut Sendy, pengunjung akan menikmati karya tersebut dengan sudut pandang terbaik dari lantai tiga mal.
"Jadi dari atas lihatnya," ujarnya. "Maka akan dilihat sebagai sebuah lukisan".

Segendangsepenarian dengan karya Handrio, karya instalasi I Made Wianta terebut merupakan program non-komersial sebagai bentuk edukasi AMJ kepada masyarakat luas. Selain dua karya monumental mendiang seniman tersebut, AMJ juga akan menghadirkan karya lukis terbaik dari 40 galeri seni dari dalam dan luar negeri, seperti karya Nyoman Nuarta, lal Miwa Komatsu (Jepang), Andrey Ostashov (Belarusia), dan lainnya.
Tak hanya karya seni murni, AMJ turut menghadirkan karya NFT terkurasi, seperti tiga seniman asal Indonesia; Arya Mularama, Diela Maharanie, Tommy Chandra, lalu Sarisa Kojima asal Thailand, Marion Olmillo asal Filipina, dan Hamlatul Arsy asal Brunei Darussalam.
Baca juga:
Kilas Balik Perjalanan Kebaya di Indonesia di Pameran 'Kebaja Saja'
Mengusung tema Continuance, lanjut Sendy, AMJ ingin menyampaikan pesan dan energi keberlanjutan untuk berkembang, tidak kehilangan kepedulian terhadap diri sendiri dan keadaan sekitar.
“Setiap hari, dengan keyakinan dan pengetahuan, kita menyambut masa depan sama berharganya dengan masa lalu kita,” paparnya.
Di tengah ancaman resesi global nan menyasar pula ke Tanah Air, menurut Director of VIP Relations Deborah Iskandar, justru di ranah kesenian tak berdampak besar bahkan sebaliknya momentum tersebut digunakan sebagai waktu terbaik mengoleksi karya seni.

Karya seni, lanjut Debora, merupakan insturmen investasi jangka panjang sehingga tak terlalu terpengaruh di suasana pasar saham setiap saat. "Nikmati, pelajari karyanya, kalau sukan silakan dikoleksi. Biar saja ekonomi terus bergerak," katanya bernas.
Senada dengan Debora, Sendy menuturkan ancaman resersi bisa jadi titik tolak terbaik para kolektor mengoleksi karya seni sebab saat krisis tahun 2008 saat terjadi 'Housing Bubble' ada salah satu kolektor melakukan pembelian karya seharga US$2 juta lalu tujuh tahun berselang dijual ulang dengan kenaikan harga mencapai US$16.
Di tengah ancama resesi global, sambung Sendy, AMJ hadir secara luring untuk kali pertama sejak pandemi dengan harapan agar para pencintan seni dapat kembali mempertemukan galeri, seniman, serta kolektor, juga komunitas seni di Asia Tenggara.
AMJ kali kelima akan memberikan suasan baru pagi para pengunjung dengan alur tatap pamer nan terhubung di dua lokasi inti pameran. Terdapat pula kerjasama AMJ dengan Johnnie Walker: Scotch Whiskey Blue Label menyuguhkan karya seni tiga dimensi Striding Man Johnnie Walker setinggi 50 sentimeter nan nantinya akan direspon seniman Agus Wage dan Ugo Untoro.

Hasil karya respon para seniman terhadap patung tersebut kemudian akan dilelang secara tertutup selama gelaran AMJ 2022 kemudian dana lelang akan didonasikan untuk mendukung program-program Women’s International Club (WIC).
Beberapa program lain di AMJ 2022, di antaranya The Future of NFTs, dan Sometimes You Don’t Need to Speak to Be Heard: Art and Autism, serta pemberian 18.000 karya seni NFT gratis dari Tezoskepada para pengunjung.
Gelaran kelima AMJ 2022 terbuka bagi publik dengan harga tiket dibanderol sebesar Rp150.000 untuk one day pass atau Rp300.000 untuk VIP Pass (tiga hari) dengan kuota terbatas melalui fitur Lifestyle di BCA Mobile atau www.artmomentsjakarta.com. (*)
Baca juga:
Berkeliling Sembari Membaca Sejarah Jakarta dari Sudut Utara