Gegara Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pamor Jokowi di Mata Rakyat Runtuh

Andika PratamaAndika Pratama - Jumat, 15 Mei 2020
Gegara Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pamor Jokowi di Mata Rakyat Runtuh
Presiden Jokowi. Foto: ANTARA

MerahPutih.com - Pengamat politik Karyono Wibowo menilai sikap pemerintah yang kembali menaikkan iuran BPJS di tengah situasi pandemi COVID-19 tentu membuat rakyat kecewa. Keputusan ini pasti menuai banyak kritik karena dinilai telah mencederai rasa keadilan, terlebih dibuat dalam situasi sulit.

Menurut Karyono, kebijakan yang tidak populis ini telah menambah daftar sejumlah langkah blunder para pembantu presiden. Dampaknya, presiden kena getahnya. Pamor Jokowi berpotensi menurun drastis di periode kedua pemerintahannya.

Baca Juga

Kritik Kenaikan Iuran BPJS, AHY Sebut Rakyat Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

"Para pembantu presiden perlu ditertibkan agar tidak menjadi beban presiden terus menerus," kata Karyono kepada MerahPutih.com di Jakarta, Kamis (14/5).

Ia melanjutkan, masalah pandemi masih menumpuk, tapi pemerintah justru membuat kebijakan menaikkan iuran BPJS .

Walau ada perubahan jumlah angka kenaikan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dari yang tercantum dalam Perppres 75 Tahun 2019, tapi hal itu dirasakan masih memberatkan masyarakat.

"Terlebih saat ini masih dalam situasi krisis wabah COVID-19," sebut Karyono.

Jokowi
Presiden Jokowi. Foto: ANTARA

Meskipun alasan pemerintah menaikkan iuran BPJS demi keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan terjaminnya pelayanan kesehatan masyarakat, tetapi tetap saja akan mengusik perasaan banyak orang. Apalagi, rakyat dalam keadaan susah karena dampak pandemi COVID-19, mengapa iuran BPJS malah naik.

Baca Juga

Kenaikan Iuran BPJS Harusnya 'Seizin' Rakyat

"Kurang lebih begitulah perasaan banyak orang dalam menyikapi kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perppres 64/2020 tersebut," tambah Karyono.

Padahal, substansi Putusan MA telah memerintahkan agar pihak pemerintah tidak membebani masyarakat peserta BPJS dengan menaikkan iuran di tengah lemahnya daya beli masyarakat akibat pelambatan perekonomian global. Sementara di sisi lain pelayanan BPJS Kesehatan belum membaik.

Dua hal pokok itulah yang menjadi dasar pertimbangan putusan pembatalan kenaikan iuran BPJS. Maka seharusnya, lanjut Karyono, pemerintah melaksanakan Putusan MA dengan memperhatikan dua hal pokok yaitu memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat.

"Terlebih di tengah pandemi dan harus memperbaiki sistem pelayanan serta manajemen BPJS sebelum membuat kebijakan tentang kenaikan iuran," tutup Direktur Indonesia Public Institute ini.

Kenaikan iuran BPJS tersebut tercantum dalam Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada (5/5).

Baca Juga

Iuran BPJS Naik, Wali Kota Solo: Tidak Tepat Dilakukan di Tengah Pandemi COVID-19

Perpres tersebut diterbitkan sebagai pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen dari iuran sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 telah membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) BPJS Kesehatan. (Knu)

#BPJS Kesehatan #Presiden Jokowi
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan