Gedung Sarinah Bertransformasi, Yuk Kenali Sejarahnya

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Minggu, 17 Juli 2022
Gedung Sarinah Bertransformasi, Yuk Kenali Sejarahnya
Presiden Jokowi mengatakan Sarinah mempunyai sejarah dan makna luar biasa. (Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

PRESIDEN Jokowi, Megawati Soekarno Putri, Erick Thohir, Teten Masduki, Puan Maharani dan beberapa orang berdiri di panggung berlatar relief petani nan indah. Semua tokoh tersebut memegang angklung. Suara protokoler acara mengalun. "Bapak Presiden, mohon izin kita hitung mundur bersama-sama. 3, 2, 1..,"

Presiden pun mulai menggerakkan angklung, diikuti tokoh lainnya. Suara angklung mengalun beberapa jenak. "Hadirin sekalian, dengan dibunyikannya angklung oleh Presiden Republik Indonesia, dengan ini PT Sarinah telah resmi bertransformasi," kata protokoler. Wajah-wajah di panggung tampak sumringah.

Peresmian di Gedung Sarinah, Jakarta, pada Kamis 14 Juli 2022 itu menandai wajah baru Gedung Sarinah. Sempat ditutup sejak awal 2020 untuk pemugaran, gedung ini dibuka kembali pada 22 Maret 2022. Banyak hal baru dihadirkan pengelola untuk kebutuhan sekarang dan masa depan. Ruang publik yang luas, parkir sepeda yang nyaman, hiburan seni saban sore, dan berbagai toko Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kebutuhan sandang dan pangan.

Presiden Jokowi mengatakan Sarinah mempunyai sejarah dan makna luar biasa. "Digagas oleh Bapak Proklamator, Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, dengan misi besar yang sangat mulia untuk kegiatan perdagangan barang-barang lokal, produk-produk dalam negeri," kata Jokowi.

Ide pendirian Sarinah muncul pada 1960-an. Kala itu Sukarno sedang giat-giatnya menuangkan ide-ide revolusionernya tentang Indonesia baru dan kota modern. Dia memilih Jakarta sebagai ruang untuk mewujudkan idenya.

Sukarno memasukkan gagasan membangun Jakarta dalam Pembangunan Nasional Semesta Berentjana 1961-1969 pada 1 Januari 1961. Rencananya meliputi pembangunan jalan-jalan yang lebar, taman yang indah, dan gedung nasional yang besar dan tinggi. Tapi Sarinah belum masuk dalam rencana itu.

Suatu hari Sukarno dan Soemarno, Gubernur Jakarta 1960-1964 dan 1965-1966, melewati Jalan Thamrin, Jakarta. Mereka baru saja melewati Hotel Indonesia yang tengah dibangun untuk menyambut Asian Games 1962. Kanan dan kiri jalan masih terhampar tanah lapang dan beberapa bangunan kecil.

Melihat hamparan tanah lapang, Sukarno bertanya ke Soemarno. "Mau dibangun apa tanah itu?"

"Sebenarnya, Pak, saya ingin mempunyai department store, tapi tanah di situ terlalu lembek, dan terlalu mahal biayanya untuk mendirikan gedung bertingkat tinggi," kata Soemarno.

Sukarno lekas menanggapi. "Ya jadikan department store saja. Saya sudah berkhayal Jakarta bakal punya toko serba ada seperti di Jepang," kata Sukarno, seperti termaktub dalam Dari Rimba Raya ke Jakarta Raya, otobiografi Soemarno.

Baca juga:

Soekarno Versus Sukarno, Siapa Nama Sebenarnya Bung Karno?

Transformasi Sarinah
Sukarno meresmikan pembangunan fisik gedung toko serba ada Sarinah pada 23 April 1963. (MP/Hendaru Tri Hanggoro)

Tak mau berlama-lama, Sukarno menugaskan dr. Soeharto, Menteri Perdagangan, untuk memimpin pendirian gedung. Tahap pertamanya, pembuatan perseroan terbatas.

"Pada tanggal 17 Agustus yang lalu di hadapan notaris Eliza Pondaag oleh Menteri Perdagangan Dr. Soeharto dan PN Marga Bhakti yang diwakili oleh Nyonya Haroen El Reasjid, Direktris, didirikan PT Department Store Indonesia Sarinah dengan modal Rp 5 Miliar," tulis Djaja, 1 September 1962.


Ada tiga tujuan pendirian PT Sarinah. Pertama, mengusahakan toko-toko besar yang menyediakan berbagai barang dibangun di Jakarta dan kota lainnya. Kedua, melakukan perdagangan ekspor-impor. Ketiga, bekerjasama dengan perusahaan lain yang satu tujuan dengan PT Sarinah.

PT Sarinah nantinya akan mengelola department store atau toko serba ada yang akan dibangun secara megah di Jalan Thamrin. Sukarno membayangkan department store bukan hanya untuk mencari laba, tapi juga menjalankan fungsi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Inilah jiwa Sarinah.

"Department store adalah alat untuk masa distribusi dengan memberikan services yang sebaik-baiknya, adalah pula alat untuk mengadakan stabilisasi harga barang dan juga alat dengan mana dapat diberikan bantuan kepada perindustrian, khusus perindustrian rakyat," lanjut Djaja.

Sukarno meresmikan pembangunan fisik gedung toko serba ada Sarinah pada 23 April 1963. Gedung itu akan mempunyai 14 lantai. Tiap lantai akan menjual berbagai macam barang. Dari sayur-mayur, daging, ikan, barang kelontong, sandang dan tekstil, barang-barang kulit, barang pertukangan, mainan anak, buku, alat kedokteran, alat musik, alat salon, benda seni, perabotan rumah tangga, sampai perhiasan.

"Sarinah akan memperdagangkan barang-barang dalam negeri dan kekurangannya barulah ditutup dengan barang impor," sebut Djaja 20 April 1963.

Sukarno meyakinkan orang-orang bahwa pembangunan gedung megah ini bukan proyek mewah-mewahan, melainkan sangat penting bagi kelangsungan hajat rakyat. Kebutuhan pekerja untuk gedung ini mencapai 2.500 orang. Artinya, gedung ini bakal membuka lapangan pekerjaan baru.

Baca juga:

Belanja Bisa Munculkan Rasa Bahagia? Ini Kata Psikolog

Transformasi Sarinah
Sukarno bercita-cita department store ini berdiri pula di kota-kota lain. (MP/Hendaru Tri Hanggoro)

"Maka department store yang akan didirikan ini menurut anggapan saya adalah satu alat pula dari perjuangan kita untuk merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat," kata Sukarno dalam pidato pemancangannya.

Sukarno juga menambahkan, department store ini bertugas menjadi stabilisator harga atau penjaga harga. "Kalau kita bisa menjual satu bahan kebaya di department store dengan harga Rp 10, di luar orang tidak akan berani menjual bahan kebaya dengan Rp 20," kata Sukarno.

Sukarno bercita-cita department store ini berdiri pula di kota-kota lain. Karena itu, pembangunan department store ini bukan untuk kaum kaya Jakarta saja, melainkan untuk semua lapisan masyarakat Indonesia. Untuk menguatkan kesan itu, Sukarno menugaskan para seniman membuat relief tentang petani di Gedung Sarinah Jakarta.

Terkait nama Sarinah yang dipilih untuk department store ini, Sukarno menceritakan bahwa nama itu diambil dari nama pengasuhnya. "Sarinah inilah yang mendidik aku," kata Sukarno.

Pembangunan Sarinah direncanakan berlangsung tiga tahun. Tapi nyatanya molor. Semua akibat situasi politik pada 1965. Sukarno tersungkur dari pucuk pimpinan negeri dan pembangunan Sarinah pun mandek.

Pembangunan Sarinah rampung ketika Soeharto merangkak ke pucuk pimpinan negeri. Meski berdiri megah, jiwa Sarinah Sukarno telah punah. Sarinah bukan lagi ditujukan sebagai stabilisator harga. "Melainkan sesuatu yang mengarahkan kegiatannya kepada usaha-usaha business semata-mata, yang pada dasarnya bergerak di bidang perdagangan eceran dan semua aktivitasnya harus berdasarkan business," ungkap Djaja, 7 Oktober 1967.

Rezim baru menenggelamkan ide-ide Sukarno tentang Sarinah. Bahkan rezim itu juga menyingkirkan relief-relief nan indah tentang perjuangan petani. Sarinah, jiwanya, beserta relief-reliefnya terpendam puluhan tahun lamanya.

Hingga pada 2019 muncul gagasan untuk mengembalikan jiwa Sarinah seperti semula. Dimulai dari publikasi tentang relief Sarinah sampai rencana pemugaran. Akhirnya pada 2022, Jokowi meresmikan transformasi Sarinah. Sarinah tak hanya menemukan masa lalunya, tapi juga sekaligus masa depannya. (dru)

Baca juga:

Mungkin Begini Belanja di Masa Depan

#Jakarta #Sejarah
Bagikan
Bagikan