Gawe Wedding Usung Semangat Mencintai Tradisi Saat Mengikat Ikrar Suci

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Senin, 14 Februari 2022
Gawe Wedding Usung Semangat Mencintai Tradisi Saat Mengikat Ikrar Suci
Tim Gawe Wedding berpose seusai jadi penyelenggara pernikahan adat Jawa. (Foto: Gawe Wedding)

WISHNU Sudarmadji sibuk menggulir foto-foto dokumentasi pernikahan pelbagai pasangan kurun delapan tahun terakhir di komputer jinjingnya. Ia menyimak dengan cermat satu per satu foto mempelai kliennya sembari membenahi catatannya. Maklum, selama pandemi penyelenggara pernikahan miliknya bersama rekan-rekannya hiatus.

"Kami, Gawe Wedding, sepakat enggak terima klien selama pandemi," kata Wishnu kepada Merahputih.com.

Keempat pendiri Gawe Wedding, antara lain Wishnu Sudarmadji, Yesy Sudaryanto, Tiur Atmomihardjo, Saifulhaq, dan dua co-founder, Iwan Santoso juga Bernardine Stefani Lengi bersepakat keselamatan keluarga mereka, juga banyak pihak menjadi faktor utama tak menerima klien.

Baca juga:

Efek Cuanlove Pertunangan Jonanthan Natakusuma dan Jesicca Tanoesoedibjo

Di samping itu, kondisi belum menentu dalam melaksanakan kegiatan mengundang orang banyak di masa pandemi juga jadi pertimbangan mereka menjeda sementara penyelenggaraan pernikahan.

"Fokus kami sekarang rebuild dan reshape," jelas lelaki juga penulis buku Sufisme Jawa dalam Serat Gandakusuma: Teks, Tembang, dan Peran Perempuan.

adat jawa
Tim Gawe Wedding memastikan agar acara berjalan tanpa kendala berarti. (Foto: Gawe Wedding)

Meski tak menerima klien, bukan berarti Gawe Wedding tak ada kegiatan. Pekerjaan besar mereka di masa pandemi justru cukup berat, salah satunya menata ulang proyeksi jangka menengah dan jangka panjang, serta mengiventarisasi aset berikut pembukuan juga dokumentasi.

Tak heran bila beberapa bulan terakhir Wishnu sibuk membuka berkas arsip Gawe Wedding, termasuk foto-foto dokumentasi. "Nah, foto ini kami enggak pernah lupa klien pertama. Benar-benar semua tim belum ada pengalaman menangani wedding," kata Wishnu menunjuk foto dokumentasi pernikahan dengan adat Solo.

Keempat pendiri, lanjut Wishnu, meski dua orang bergelut di dunia event organizer tak satu pun pernah menangani event pernikahan. Begitu pula dengan anggota tim lainnya. Semua upaya lantas dilakukan secara penuh perhatian sembari masing-masing belajar memperhatikan detail apalagi menyangkut tata cara adat Jawa.

Sejak pembentukan secara spontan di halaman belakang kantor penyelenggara acara bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, 14 September 2014, keempat pendiri bertekad mengusung literasi pernikahan adat Jawa di dalam setiap langkah. Apalagi ketiga pendiri dan hampir semua lini pendukung Gawe Wedding lulusan Program Studi Jawa FIB-UI.

adat jawa
Akbar Tandjung dan Nina Tandjung didampingi tim Gawe Wedding. (Foto: Gawe Wedding)

"Kami fokus terhadap akurasi penggunaan adat Jawa sebab secara keilmuan teruji dan punya pengalaman persentuhan langsung dengan praktik pernikahan adat di lingkungan keraton," kata Wishnu.

Pada penyelenggaraan pernikahan adat Jawa, lanjut Wishnu, tak sedikit muncul ketaksesuaian karena keterbatasan atau distorsi pengetahuan dari penyelenggara atau pihak keluarga mempelai. Ketaksesuaian bisa terjadi pada tata cara, busana, uba rampe (perlengkapan adat), dan detail lainnya.

Baca juga:

Tips Anti-Gagal Jalin Asmara Lewat Aplikasi Kencan Online

Salah satu ketaksesuaian paling sering terjadi, sambung Wishnu, ketika akad mempelai perempuan muncul di dekat mempelai pria padahal setelah itu akan ada prosesi panggih (temu). "Secara logika adat tidak nyambung. Nanti akan bertemu lagi saat panggih kan aneh" tandasnya.

Prosesi panggih dalam pernikahan adat jawa, lanjutnya, dilakukan karena sebelumnya mempelai perempuan menjalani pingitan nan mengharuskannya tak keluar rumah apalagi bertemu mempelai lelaki. Kedua mempelai baru akan bertemu setelah sah secara agama di acara panggih. "Saat itulah istilah mantu atau sing dieman-eman metu," terang Wishnu.

adat jawa
Awak Gawe Wedding berkoordinasi demi kelancaran acara. (Foto: Gawe Wedding)

Ketaksesuaian terhadap penyelenggaraan pernikahan menggunakan adat Jawa memang acap terjadi di luar wilayah tradisi Jawa berkembang, seperti Jakarta. Meski tak lagi melakoni cara hidup orang Jawa pada keseharian secara ketat, tak sedikit para mempelai bersikukuh ingin menyelenggarakan pernikahan menggunakan adat Jawa.

"Sekitar enam tahun lalu pernikahan adat Jawa jadi tren. Semacam prestise buat mempelai dan keluarga mereka. Bahkan, Gawe Wedding sempat kewalahan menanggapi permintaan klien," kata Yesy Sudaryanto, salah satu pendiri Gawe Wedding.

Gawe Wedding, tambah Yesy, memang tak sembarang memilih klien karena menjual jasa apalagi menyangkut ikrar suci mesti dibicarakan dengan semangat kedekatan secara emosional, butuh personal touch, dan terpenting membangun kepercayaan di masing-masing pihak.

Kebanyakan klien datang, sambungnya, hampir 75 persen tak mengerti tata cara pernikahan adat Jawa sehingga membutuhkan jasa penyelenggara profesional terutama mengerti tentang seluk-beluk pernikahan adat Jawa.

gawe wedding
Tiga perempuan penggawa Gawe Wedding memastikan kelancaran acara. (Foto: Gawe Wedding)

Memang jumlah penyelenggara pernikahan banyak, dan ada beberapa berfokus pada adat, namun lanjut Yesy, sedikit sekali para pelaku jasa tersebut memliki latar belakang keilmuan dan pengalaman linear dengan bidang usahanya. "Justru akurasi dalam tata acara adat Jawa itulah yang jadi andalan Gawe Wedding," kata Yesy.

Gawe Wedding, tambahnya, sedari awal memang berangkat dari semangat pertemanan, kecintaan akan ilmu tentang budaya Jawa di bangku kuliah, dan sedapat mungkin menyerap banyak lulusan Prodi Jawa bahkan menstimulasi banyak pihak dengan bekal pengetahuan mumpuni menjajal dunia penyelenggara pernikahan khusus adat agar makin luas literasi tata cara pernikahan adat Jawa.

Di dalam perjalanannya, Gawe Wedding berkali-kali mengalami pasang-surut. Mereka pernah mencoba mengarungi penyelenggaraan pernikahan begitu padat. Pernah setiap minggu selama beberapa bulan menyelenggarakan pernikahan adat.

adat jawa
Perlu ketelitian dalam pelaksanaan pernikahan adat. (Foto: Gawe Wedding)

"Akhirnya kewalahan. Problemnya kami masih punya pekerjaan utama. Paling mungkin memang dua kali sebulan aja," tandasnya.

Maka, menurut Yesy, Gawe Wedding punya pekerjaan rumah tak sedikit dalam rangka menggapai cita-cita menjadikan para penggawanya kelak tak perlu lagi bekerja. Ia mengungkapkan perlu pondasi modal kuat agar Gawe Wedding jadi perusahaan induk dengan anak perusahaan pendukung, seperti jasa boga, perangkat adat, sewa busana, visual, dan pendukung pernikahan lainnya.

"Kami optimis. Kelak suatu saat punya kantor sendiri," kata Yesy bersemangat. (*)

Baca juga:

Pencinta Gorengan Tak Perlu Panic Buying Memborong Minyak Goreng

#Februari +62 Bicara Cuan Love #Relasi #Valentine
Bagikan
Bagikan