Hari Reformasi 2019

Garda Sembiring: ‘Saya sebut reformasi itu kisah yang panjang, sebuah proses yang panjang, melelahkan’

P Suryo RP Suryo R - Selasa, 21 Mei 2019
Garda Sembiring: ‘Saya sebut reformasi itu kisah yang panjang, sebuah proses yang panjang, melelahkan’
Reformasi gerakan panjang melawan Orba. (Foto: instagaram@taufikabe)

REFORMASI bukan sekadar pendudukan gedung DPR RI oleh para mahasiswa yang kemudian membuat Presiden Suharto lengser dari singgasana kekuasaan pada 21 Mei 1998. Lebih dari itu, reformasi adalah proses perjuangan panjang gerakan pro demokrasi melawan rezim otoriter Orde Baru yang berkuasa 32 tahun. Demikian diungkapkan mantan narapidana politik (napol) Orde Baru, Garda Sembiring.

”Banyak salah paham diantara khalayak ramai berkenaan dengan reformasi. Banyak orang sampai sekarang ini menyangka ihwal reformasi itu bangkitnya mahasiswa menduduki gedung DPR RI, end of the history, selesai! Yang saya ketahui, apa yang saya sebut reformasi itu kisah yang panjang, sebuah proses yang panjang, melelahkan. Gerakan reformasi tidak bisa dilepaskan dengan gerakan melawan keditaktoran Suharto atau Orde Baru,” kata Garda kepada MerahPutih.com, pekan lalu.

Garda yang saat itu menjabat Ketua Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) cabang Jabodetabek ditangkap dan divonis dua belas tahun penjara karena dituduh melakukan tindak pidana subversif. SMID sendiri merupakan sayap dari Partai Rakyat Demokratik (PRD). Pemerintah menuduh PRD dalang kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli). Pada hari itu, kantor PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang dikuasai pendukung Megawati Sukarnoputri diserang oleh massa pendukung Soerjadi yang disokong tentara Orde Baru. Aparat pemerintah kemudian memburu aktivis PRD.

Pada 2 Agustus 1996, aparat militer, kepolisian dan kejaksaan menyerbu rumah Garda di Bogor. Namun, mereka gagal menangkap mahasiswa Universitas Indonesia (UI) itu. Setelah menyingkir ke belakang kampus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dia dan teman-temannya kemudian menyebar. Dia memilih menginap di kos temannya seorang mahasiswa Fakultas Teknik UI di Kukusan Teknik, Depok, Jawa Barat.

Dibawa orang-orang sipil bersenjata

garda sembiring
Garda Sembiring yang dibawa oleh orang-orang sipil. (Foto: MP/Dicke)

Pada 12 Agustus 1996 pukul tiga dini hari, kamar kos itu dibuka paksa oleh orang berpakaian sipil yang membawa senjata api. Garda bersama kawan-kawannya, Victor da Costa, Putut Arintoko, dan Ignatius Pranowo, ditangkap. Dengan mata tertutup dan diborgol, mereka didorong masuk ke dalam mobil. Tubuh mereka diinjak.

“Kami didatangi (pintu) didobrak oleh sejumlah orang berpakaian preman, mereka memegang senjata api pistol. Mereka mendobrak masuk, ketika itu kami sedang tidur. Kami ditodongkan pistol langsung diangkut secara paksa,” ungkapnya.

Menurut Garda penangkapan tersebut seperti penculikan karena tidak sesuai prosedur yang berlaku. Pasalnya, saat itu pihak yang menangkap Garda dan kawan-kawan tak dibekali surat penangkapan sebagaimana mestinya. Sehari sebelumnya, Ketua Umum PRD Budiman Sudjatmiko dan empat tokoh PRD lainnya ditangkap di daerah Bekasi. Keempat tokoh PRD lainnya itu adalah Sekretaris Jenderal PRD Petrus Haryanto, Kurniawan, Suroso dan Benny Sumardi.

“Gelombangnya lebih kurang bersamaan. Tapi saya tidak satu kasus penangkapan dengan Budiman, saya lebih dulu. Sebenarnya kalau ditangkap itu kan ada prosedurnya, ada surat-suratnya. Kalau kami atau saya itu diculik. Karena tanpa surat-surat, mereka itu menciduk kurir kami, di antara kurir kami sudah ada yang diinfiltrasi oleh pihak mereka, kurirnya ditangkap,” jelas dia.

#Hari Reformasi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan