Gagal Tangani Banjir, Kepala Daerah Bisa Diseret ke Ranah Hukum

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 08 Februari 2021
Gagal Tangani Banjir, Kepala Daerah Bisa Diseret ke Ranah Hukum
Warga melintasi banjir yang melanda lingkungan tempat tinggalnya di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta, Minggu (7/2). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.

MerahPutih.com - Sejumlah daerah di Indonesia diterjang banjir besar. Bahkan, dampaknya mengakibatkan kerugian secara materil mau imateril terhadap warga daerah setempat.

Pengamat perkotaan, Azas Tigor Nainggolan menilai, banyaknya jatuh korban dan kerugian bisa menjadi indikasi bahwa pemerintah daerah (Pemda) tidak menjalankan tugasnya menolong warganya dengan baik.

Baca Juga

Banjir Setinggi 20 Cm di Jatinegara Barat, Lalin Tersendat

"Warga korban banjir bisa menggugat Pemdanya ke pengadilan," kata Tigor kepada MerahPutih.com di Jakarta, Senin (8/2).

Tigor menuturkan, Pemda dalam hal ini kepala daerah bisa digugat jika tak berjalan baiknya manajerial penanganan bencana di daerah itu.

"Seperti sistem peringatan dini (early warning system) dan sistem bantuan darurat (emergency respon) yang tak berjalan baik," jelas Tigor.

Tigor menuturkan, kewajiban kepala daerah dalam pencegahan banjir dinyatakan dalam UU nomor: 31 tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.

Di sana disebutkan kewajiban Pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memanfaatkan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan. (Foto: MP/John Abimanyu)
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan. (Foto: MP/John Abimanyu)

Lalu, Undang-Undang nomor 31 Tahun 2009 ini dibentuk sebagai landasan hukum agar penyelenggaraan meteorologi, klimatologi, dan geofisika dapat mendukung keselamatan jiwa maupun harta.

"Termasuk melindungi kepentingan dan potensi nasional dalam rangka peningkatan keamanan dan ketahanan nasional;" ungkap Koordinator Forum Warga Kota Jakarta ini.

Artinya, lanjut Tigor, pemerintah daerahnya memiliki kewajiban melindungi hidup warganya dengan mencegah jatuhnya korban. Termasuk kerugian dengan mensosialisasikan hasil data yang disebarkan oleh Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.

Adalah kewajiban pemerintah daerah untuk menterjemahkan informasi yang diberikan oleh Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dalam rangka memberikan informasi dini dan membangun sistem bantuan darurat.

Jadi keberadaan UU No 31 Tahun 2009 ini bisa dijadikan salah satu dasar gugatan warga korban banjir terhadap pemerintah di daerahnya masing-masing, selain juga bisa menggunakan UU lainnya.

"Gugatan warga ini perlu dilakukan untuk melindungi hak hidup warga negara dan memperbaiki kinerja pelayanan pemerintah kedepannya," tutup Tigor.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 66 kejadian bencana yang terjadi selama satu pekan awal di bulan Februari 2021. Dari catatan BNPB, bencana paling banyak adalah banjir.

"Data BNPB per 7 Februari 2021, pukul 19.30 WIB, bencana sepanjang Februari ini sebanyak 66 kejadian," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati dalam keterangannya yang dikutip, Senin (8/2).

Dari jumlah tersebut, Jati merincikan jenis bencana yang melanda Tanah Air selama sepekan ini. Di antaranya banjir 40 kali, angin puting beliung 12, tanah longsor 10, kebakaran hutan dan lahan 2, gelombang pasang dan abrasi 1, gempa bumi 1. (Knu)

Baca Juga

Wali Kota: Proyek di Jakpus Wajib Bangun Sumur Resapan

#Banjir
Bagikan
Bagikan