Home
Berita
Indonesiaku
Hiburan & Gaya Hidup
Olahraga
Visual
Home
Berita
Indonesiaku
Hiburan & Gaya Hidup
Olahraga
Visual
Infografis
Video
Foto
© Copyright 2021 - merahputih.com
Tentang Kami
Redaksi
Kode Etik
Infografis
Video
Foto
Berita
Indonesiaku
Hiburan & Gaya Hidup
Olahraga
Infografis
Video
Berita Terkini
Jumat, 29 Maret 2024
Foto
Indonesia
Berita
Foto: Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Rizki Fitrianto - Minggu, 20 September 2020
XL Axiata Photo Journalist Mentorship 2020 / Nopri Ismi
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Ketika Laut Meninggalkan Nelayan Pulau Bangka
Selama ber abad-abad, provinsi Bangka Belitung terkenal dengan dua komoditi utamanya yakni lada dan timah, yang telah terkenal hingga ke tingkat internasional. Dua komoditi tersebut yang kemudian menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Tidak puas dengan rusaknya daratan Pulau Bangka, timah kini mulai merangsak masuk hingga ke lautan Pulau Bangka dan Belitung yang luasnya 6.530,100 hektar (80 persen dari total luas wilayah). Menurut IKPLHD Provinsi Kepulauan Babel tahun 2019, jumlah Nelayan terus berkurang dari 46.552 (2016) menjadi 42.642 (2017), dan terakhir di tahun 2020 menyisakan 39.942 Nelayan. Nelayan memang menjadi salah satu yang terdampak, tetapi lebih dari itu, biota laut lah yang paling merasakan dampaknya, ekosistem terumbu karang rusak, ditambah lagi kadar logam berat yang dihasilkan dari limbah pertambangan laut telah mencemari laut Pulau Bangka. Ikatan kuat antara laut dan manusia di Pulau Bangka perlahan semakin memudar.
Ditulis Oleh
Rizki Fitrianto
Less Hated, More Educated.
Bagikan