DENGAN meningkatnya penggunaan perangkat lunak kecerdasan buatan seperti ChatGPT OpenAI, film fiksi ilmiah The Creator karya Gareth Edwards membawa kisah yang sangat relevan dengan perkembangan teknologi dan budaya saat ini, utamanya menyangkut kecerdasan buatan (AI).
Film ini sejatinya tidak berusaha meramal apa yang akan terjadi di masa depan dengan perkembangan AI yang 'brutal', seperti yang terjadi saat ini. Namun, film ini tampaknya ingin menyajikan pandangan inklusif tentang kecerdasan mesin dan teknologi.
Baca Juga:
Penemuan Teknologi OI Diperkirakan akan Kalahkan Kecerdasan AI

Meski penggambaran suasana pada film ini terasa distopia. Namun Edwards seolah ingin menyampaikan bahwa ramalan konflik global tentang robot dan kecerdasan buatan belum tentu benar. Robot dan AI sejatinya hanya ingin hidup berdampingan dengan manusia.
Edwards dan penulis skenario Chris Weitz menciptakan visi yang menarik dan emosional tentang masa depan. Teknologi yang tidak terkendali dapat mengancam peradaban manusia. Film itu menghindari isu-isu geopolitik yang biasanya menjadi fokus konflik teknologi dan lebih berfokus pada karakter-karakter utama.
Cerita dalam film itu berpusat pada Joshua Taylor (John David Washington), anggota pasukan khusus yang harus menyusup ke wilayah musuh di Asia Baru berhadapan dengan ancaman AI.
Seiring dengan berjalannya cerita, Taylor menemukan bahwa teknologi AI paling mutakhir terwujud dalam bentuk gadis berusia enam tahun bernama Alphie (Madeleine Yun a Voyles), yang kemudian menimbulkan konflik moral.
Baca Juga:
Robot Virtual Bertenaga AI Ditunjuk Jadi CEO
Film ini menyajikan dunia futuristik yang terasa autentik dengan teknik produksi inovatif yang tidak memerlukan anggaran besar. Meski pengambilan gambar dilakukan di berbagai lokasi di Asia dan AS. Seperti Tokyo dan Los Angeles, efek visual yang digunakan berhasil menciptakan dunia seolah nyata.
Para pemain dalam film itu, seperti John David Washington, Allison Janney, dan Madeleine Yun a Voyles, memberikan penampilan yang kuat dan meyakinkan. Peran Voyles sebagai Alphie, yang berkembang dari AI menjadi karakter yang hampir seperti manusia, sangat mencolok.
Dengan segala inovasi teknisnya, film ini mungkin mendapatkan perhatian dalam nominasi penghargaan teknis dan bahkan dalam beberapa kategori akting jika film ini bisa mengatasi bias pada fiksi ilmiah.
Apapun hasilnya, film itu akan tetap dikenang karena kecerdikan ceritanya, gaya visual yang mencolok, dan tema budayanya yang mendalam. Perilisan pada tahun ini mungkin ide bagus, mengingat peluncuran Dune: Part Two mundur ke tahun 2024. (waf)
Baca Juga:
Foto Hasil AI Menangi Penghargaan, Fotografernya Tolak Penghargaannya