Film di Negeri Aing

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Senin, 01 November 2021
Film di Negeri Aing
Ilustrai (Fikri/MP)

BEL berbunyi tiga kali. Suara perempuan memberi pengumuman melalui pelantang. "Pintu teater dua telah dibuka. Semua orang sudah lama kangen enggak bisa nonton di bioskop akibat pandemi silakan menikmati tontonan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan".

Kegembiraan masyarakat, termasuk anak-anak di bawah umur 12 tahun, menyambut pembukaan bioskop tercatat lewat capain lebih dari 200 ribu penonton film Nussa pada tujuh belas hari penayangan. Bahkan, beredarnya foto-foto para keluarga memegang tiket Nussa diunggah di media sosial menjadi gambaran pembukaan bioskop dirayakan melalui upacara bersama: menonton sekeluarga.

Bagi film Nussa, pembukaan bioskop menjadi pengadilan paling layak bagi semua penonton menilai kualitas pelbagai hal, sebab semula film garapan rumah produksi Visinema tersebut diadili buzzeRp sebagai propaganda Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) lantaran dituding ada keterlibatan Ustaz Felix Siauw di dalamnya padahal filmnya ditonton pun belum.

Dengan begitu, penutupan bioskop di masa pandemi selain membuat para pekerjanya menganggur, ternyata melahirkan pengadilan sesat terhadap film seperti dilakukan para buzzeRp dengan dalih tak bisa menonton lantaran pagebluk.

Kini, bioskop sudah buka. Tuduhan mereka tak terbukti alias mentah begitu banyak orang bisa menonton kemudian memberi testimoni. Selain menjadi penjernih tuduhan, pembukaan bioskop menumbuhkan kegembiraan bagi seluruh ekosistem film, baik pekerja maupun penonton. Pekerja tentu perlu karyanya beroleh apresiasi. Sementara, penonton butuh karya terbaik para sineas.

Selama pandemi, banyak rumah produksi membatalkan jadwal tayang perdana. Mereka tak mungkin merilis film saat bioskop tak boleh buka. Imbasnya, tak sedikit film terbaik bahkan telah ditunggu penayangan perdananya harus ditunda sampai batas kala tak tentu lagi-lagi gara-gara COVID-19 tak tahu kapan ujungnya.

Meski belum sampai ujung, paling tidak sudah ada titik cerah begitu bioskop sudah dibuka. Di momen tersebut, artinya masyakat segera beroleh film-film terbaik mungkin dalam kala berbarengan atau bergantian nan selama lebih kurang dua tahun ditahan. Kerinduan penonton segera terlunasi.

Di tengah membuncah kerinduan terhadap pembukaan bioskop dan perilisan banyak film terbaik nan semula tunda tayang, Merahputih.com berupaya melengkapi pelunasan kerinduan dari pelbagai sisi di riuh-rendah dari hulu hingga hilir berkenaan dengan film.

Bila membincang bioskop sebagai episentrum kenangan banyak orang, sudah pasti tak melulu tentang isi film. Orang berkunjung ke bioskop bisa banyak hal, seperti tempat kali pertama kencan, bisa saja tujuan bolos sekolah atau kuliah, lokasi ngeceng, reuni, merayakan Natal bersama keluarga, mencari massa saat pemilihan umum, atau malah ada kenangan pahit ketika putus cinta. Semua hal tersebut campur baur lantaran efek samping film sebagai cermin kehidupan.

Belum lagi ada saja orang menjadikan bioskop sebagai sarana menguji keberanian teman atau kolega menyaksikan film horror. Bahkan, di sisi berbeda, jangan-jangan ada orang punya pengalaman pubertas ketika kali pertama menonton film 'panas' di bioskop kelas dua sembari sibuk menggaruk kulit akibat gigitan tunga di bangku panjang.

Segala pengalaman dan ceria unik tersebut akan tersaji selama sebulan penuh sebagai pendamping momentum kegembiraan penonton menyambut penayangan perdana film-film terbaik nan batal rilis di masa awal pandemi. Selamat menyaksikan. Jangan lupa matikan dering ponsel, jangan berisik, apalagi merekam film, dan di pojokan harap jangan terlalu sibuk banget. Pliz lahh. (*)

#November Jagoan Film Negeri Aing #Breaking
Bagikan
Bagikan