TAMIYA, beyblade, crush gear, tembak-tembakan, dan koleksi mainan lainnya mungkin pernah mewarnai masa kanak-kanakmu. Hingga hari ini, mainan itu masih terus diproduksi.
Memainkannya seolah membuat kita bernostalgia dengan masa kanak-kanak dulu. Saat definisi bahagia tampaknya sederhana: ketika orang tua membelikan kita mainan kesukaan dan memainkannya bersama teman-teman.
Kamu pasti punya teman yang hobinya mengoleksi barang-barang atau mainan anak kecil, seperti yang disebutkan di atas. Atau justru kamu juga melakukannya? Kalaupun iya, tak apa-apa. Rasanya itu wajar karena tiap orang punya ukuran kebahagiaan berbeda-beda.
Fenomena itu disebut juga dengan 'kidult', gabungan dari kata 'kid' yang artinya anak-anak, dan 'adult' yang artinya orang dewasa. Dilansir laman CNBC, defnisi Kidult adalah orang dewasa yang senang melakukan hal-hal atau membeli barang-barang yang ditujukan untuk anak-anak.
Mereka bahkan rela mengeluarkan uang dalam jumlah tertentu untuk membeli mainan, menonton kartun, pahlawan super, atau mengoleksi barang-barang yang mengingatkan mereka dengan masa kecil dulu. Boneka, action figure, sampai mainan Lego pun menjadi incaran mereka.
Fenomena ini biasanya dialami oleh mereka yang berusia dua puluhan dan tiga puluhan. Melihat target pasar ini, sejumlah perusahaan akhirnya membuat lini produk mainan yang memang dikhususkan untuk Kidult.
Baca juga:

Istilah kidult dipopulerkan oleh psikolog Jim Ward Nicholas dari Steven Institue of Technology di New Jersey, AS. Fenomena kidult saat itu banyak muncul di kalangan masyarakat urban di negara-negara maju pada medio 1980-an.
Meski sama-sama terkait masa anak-anak, 'Kidult' berbeda dengan Man-child. Menurut Cambridge Dictionary, Man-child adalah laki-laki dewasa yang kelakuannya tidak sesuai ekspektasi umumnya, seperti masih emosional, tidak serius, dan kekanak-kanakan.
"Definisi usia dewasa sudah berevolusi. Dulu, menjadi orang dewasa berarti harus berlaku pantas, dan menjadi anggota masyarakat yang serius. Dan untuk melakukannya, kamu harus mendemonstrasikannya secara intelektual, emosional, dan dalam berbagai hal lainnya," kata Chief Brand Officer perusahaan mainan Jazwares, Jeremy Padawer, dilansir CNBC.
"Kini, kita merasa lebih bebas untuk mengekspresikan dunia fan (fandom) kita dan melibatkannya sebagai bagian dari masa dewasa," lanjutnya.
Fenomena Kidult ini mulai menonjol sekitar satu dekade lalu, ketika film superhero dan budaya buku komik meledak menjadi arus utama.
"Ini menjadi lebih penting bagi suatu perusahaan mainan dalam lima tahun terakhir", kata James Zahn, pemimpin redaksi The Toy Book sekaligus Editor Senior The Toy Inside.
Baca juga:

Kidult meluas karena beberapa faktor. Antara lain kondisi keuangan dan ekonomi orang tua yang mapan. Ketika masih kecil, mungkin kita kesulitan mendapatkan mainan dari orang tua kita. Ada beberapa syarat untuk bisa mendapatkan mainan tersebut, entah itu harus jadi peringkat satu di kelas atau menabung sendiri.
Kini ketika sudah bekerja dan menghasilkan uang sendiri, para Kidult bebas membeli dan memodifikasi mainan anak-anak yang dulu belum sempat dimiliki.
Huffington Post mencatat, ada banyak faktor yang menyebabkan orang dewasa membeli mainan anak-anak. Pertama, mereka bertingkah seperti anak kecil untuk menenangkan saraf dan meningkatkan kreativitas. Contoh utama dari hal ini banyaknya buku gambar yang laris dibeli orang dewasa di Amazon.
Selain digunakan sebagai bentuk terapi mindfulness, buku-buku ini juga mendorong orang dewasa untuk membuat keputusan kreatif tentang warna yang akan dipilih.
Alasan lainnya, kegiatan anak-anak akan membantu menghindari ketakutan terhadap penuaan. Beberapa dari mereka ingin 'lari' dari kenyataan dengan membeli koleksi mainan, set Lego, dan lainnya.
Bahkan Fox Bussiness mengungkap, seorang dewasa menyumbang hingga USD 9 miliar atau sekira Rp 140 triliun untuk membeli mainan anak-anak.
Apakah kamu juga seorang Kidult yang suka membeli dan mengoleksi mainan anak-anak? (and)
Baca juga: