Fenomena Bowo Alpenliebe dan Anak Kecanduan Tik Tok di Mata Psikolog

Dwi AstariniDwi Astarini - Jumat, 06 Juli 2018
Fenomena Bowo Alpenliebe dan Anak Kecanduan Tik Tok di Mata Psikolog
Perhatian yang cukup hindarkan anak dari kecanduan Tik Tok. (foto: mobilesyrup)

NAMA Bowo Alpenliebe tiba-tiba saja mencuat ke permukaan. Ia bukanlah seorang selebritas, pelajar berprestasi, atau pekerja seni. Ia hanya seorang bocah berusia 13 tahun yang mengekspresikan diri melalui aplikasi musik video Tik Tok. Dengan akun Tik Tok bernama @prabowo118, ia berhasil meraup sebanyak 790.000 pengikut.

Bermula dari keisengan, ia pun kecanduan. Bowo mengaku setiap pulang sekolah dan ada waktu senggang, ia selalu menggunakan aplikasi milik Bytedance asal Tiongkok tersebut. Kendati demikian, followers-nya yang rata-rata berusia remaja menggandrunginya.

Masalah mulai muncul kala ia mengadakan meet and greet dan dibanderol dengan harga Rp80.000- Rp100.000. Ia pun mendapat kecaman dari berbagai pihak. Merasa tak siap dengan serbuan warganet, Bowo yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama mengaku shocked dan tak menyangka. Ia tak siap dengan berbagai serangan yang didapat.

tik tok

Hal tersebut rupanya mengundang reaksi dari psikolog Rena Masri. Menurutnya, anak dan remaja yang menggunakan aplikasi tersebut mencari perhatian. Mereka yang memanfaatkan Tik Tok dengan harapan banyak yang menonton video mereka. “Para pengguna Tik-Tok ini merasa dengan mendapatkan likes dan followers yang banyak merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan sendiri,” ujar Rena. Orang-orang yang sering menggunggah video lipsync di Tik Tok cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain.

Ketika sudah mendapat perhatian dari pengguna lainnya, mereka menginginkan lebih. Untuk mendapatkan lebih banyak respons, mereka melakukan berbagai macam cara. Salah satunya dengan membuat video yang tak biasa. “Yang dikhawatikan ialah banyak yang menggunakan segala cara agar mendapatkan banyak followers dan akhirnya muncul perilaku yang kurang sesuai. Misalnya mengarah ke pornografi dan pornoaksi,” jelasnya.

Dampak negatif penggunaan Tik Tok bisa diminimalisasi apabila orangtua memberi perhatian kepada anak mereka. Jika perhatian telah mereka dapatkan dari kedua orangtua, mereka tak lagi butuh perhatian berlebihan dari pengguna aplikasi Tik Tok lainnya.

“Pengguna Tik Tok itu haus perhatian dan pujian. Apabila kebutuhan perhatian dan pujian sudah terpenuhi, mereka mungkin akan lebih bijak dalam menggunakan aplikasi tersebut,” ucap Rena. Misalnya, tujuan anak menggunakan Tik Tok benar-benar untuk mengasah kreativitas saja bukan mencari perhatian semata.(Avi)

Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan