Fatwa MUI soal Politik Uang dan Pemberian Imbalan

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 09 Mei 2018
Fatwa MUI soal Politik Uang dan Pemberian Imbalan
Ilustrasi politik uang. Foto: Net

MerahPutih.com - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018, satu hal yang selalu diwaspadai adalah politik uang yang diberikan oleh calon demi meraup suara masyarakat.

Melihat fenomena ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai politik uang dan pemberian imbalan untuk mengarahkan pilihan dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislatif hukumnya haram.

"Politik uang termasuk mahar politik dan memberikan imbalan dalam bentuk apa pun adalah haram," ujar Ketua Umum MUI Prof Dr KH Ma'ruf Amin, di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (9/5).

Ia mengatakan, sebagaimana dilansir Antara, memberikan sesuatu dalam bentuk apa pun tidak dibolehkan karena memilih merupakan kewajiban setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih.

Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin dukung perda Kota Serang. (Foto: mui.or.id)

Dia menekankan, jika pemilih diarahkan untuk memilih orang lain dan dibayar, hukumnya haram. Keduanya, baik orang yang diberi maupun pemberi melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan.

"Perbuatan memberi itu tidak benar dan menerima juga tidak boleh karena tergolong haram. Apalagi pilihan bukan diarahkan kepada orang berkompeten di bidangnya," ujarnya.

Menurut dia, permintaan dan atau pemberian imbalan dalam bentuk apa pun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik hukumnya haram dan termasuk risywah (suap).

"Pemberian imbalan hukumnya haram karena termasuk kategori risywah (suap) atau membuka jalan risywah apalagi jika hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya," kata dia.

Kemudian, meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, kepala daerah dan jabatan publik lain padahal itu tugasnya maka hukumnya haram.

Ilustrasi politik uang. Foto: ist

"Begitu juga, meminta suatu imbalan kepada seseorang padahal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab serta kewenangannya maka hukumnya adalah haram," ujarnya pula.

Bahkan, imbalan yang telah diberikan dalam proses pencalonan atau pemilihan suatu jabatan tertentu bisa dirampas dan digunakan untuk kepentingan maupun kemaslahatan umum.

"Jadi, status hukum atas imbalan yang diberikan bisa dirampas dan digunakan untuk kepentingan dan kemaslahatan umum," kata mantan anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pula.

Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI yang dipusatkan di Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru dibahas melalui empat komisi perwakilan 34 MUI dari seluruh Indonesia.

Pelaksanaan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI ke-6 dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Senin (7/5) dan ditutup Ketua MUI, hari ini, disaksikan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor. (*)

#Majelis Ulama Indonesia #Politik Uang
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan