Experiential Tourism, Bukan Sekadar Wisata Biasa

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 02 Juli 2022
Experiential Tourism, Bukan Sekadar Wisata Biasa
Daya hancur mass tourism sudah dirasakan di berbagai negara. (Unsplash)

BAYANGKAN kamu ada di sebuah desa kecil. Di sana tak ada sinyal internet dan telepon. Ponselmu hanya bisa digunakan untuk memotret, menulis, atau membaca. Tapi selama di desa itu, kamu sama sekali tak berpikir tentang sambungan internet dan telepon. Kamu juga tak punya keinginan mengunggah momen tersebut ke media sosial.

Kamu tinggal bersama warga desa, mempelajari adat-istiadat mereka, mengenali cerita turun-temurun mereka, mempelajari alam mereka, dan memahami mata pencaharian mereka.

Kamu tak menganggap mereka sebagai orang jauh. Sebaliknya, mereka melihatmu bukan sebagai turis. Kamu menjadi bagian dari mereka dan mereka juga bagian dari kamu.

Selama beberapa pekan, kamu mendapati dirimu memiliki cara pandang dan keahlian baru. Kemudian kamu pulang ke rumah dan merasa dirimu menjadi sesuatu yang baru.

Selamat! Kamu telah mengalami apa yang disebut experiential tourism. Istilah ini belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Secara sederhana experiential tourism berarti wisata yang berusaha membuat kamu "memperoleh pengalaman berharga dari tangan pertama tentang alam, sejarah, kebudayaan, geografi, dan warisan di sebuah desa," sebut David L Edgell dalam Managing Sustainable Tourism : A Legacy for Future

Baca juga:

Melihat Keseruan Festival Bunga dan Buah Berastagi 2022

Wisata Pengalaman
Berwisata sendirian bukanlah sesuatu yang salah. (Unsplash)

Experiential tourism muncul sebagai bagian dari sustainable tourism atau wisata berkelanjutan. Konsep ini memandang daerah wisata tak semata objek eksploitasi ekonomi. Karena eksploitasi ekonomi terkait daerah wisata akan menghancurkan tatanan kehidupan di daerah tersebut. Sebab, makin hari, makin banyak wisatawan yang datang (mass tourism).

Tekanan massa yang datang akan sebanding lurus dengan hasrat untuk mengeksploitasi. Hingga akhirnya sumber daya yang berharga di daerah tersebut habis. Dan orang baru sadar saat semuanya sudah hilang.

Daya hancur mass tourism sudah dirasakan di berbagai negara. Pemerintah Bhutan bahkan mulai membatasi kunjungan wisatawan ke tempat-tempat bersejarah dan sakralnya.

"Pemerintah Bhutan telah mengadopsi secara bijak pendekatan 'berdampak rendah, bernilai tinggi' untuk pariwisata berkelanjutan sejak 1980-an. Ini dilakukan setelah Jigme Singhye Wangchuk, raja keempat negeri itu, khawatir terhadap dampak wisata yang tak diatur bagi rakyatnya," kisah Lester V. Ledesma dalam "How Bhutan Avoids Being Overrun by Tourists".

Indonesia sebenarnya menghadapi masalah serupa Bhutan. Wisata massal telah merusak sejumlah situs bersejarah dan sakral. Contoh teranyar adalah Candi Borobudur. Inilah sebabnya Pemerintah Indonesia ingin membatasi kunjungan wisatawan di sini. Tapi cara pandang Pemerintah agak berbeda. Karena lebih menekankan kepada seleksi wisatawan berdasarkan kemampuan ekonomi. Konsep ini disebut wisata premium.

Baca juga:

Tomohon International Flower Festival, Parade Seru Bertabur Bunga

Wisata Pengalaman
Kamu bisa turut terlibat mencegah kerusakan tempat wisata dengan mencoba experential tourism. (Unsplash)

Kamu bisa turut terlibat mencegah kerusakan tempat wisata dengan mencoba experiential tourism. Lazimnya wisata ini tak membutuhkan kelompok besar. Kalaupun berkelompok, anggotanya hanya terdiri dari 5-10 orang. Bahkan terkadang kamu harus sendirian.

Berwisata sendirian bukanlah sesuatu yang salah. Kamu tak harus minder jika disebut tak punya teman. Kamu boleh minder kalau kamu ikut menjadi bagian dari kelompok yang merusak tempat wisata.

Pengalaman berwisata adalah pengalaman personal yang akan membuat diri kamu mempunyai cara pandang baru atau pengetahuan mendalam tentang peradaban manusia di daerah wisata. Kamu duduk tekun menyimak setiap tutur kata orang setempat yang bercerita tentang diri, keluarga, dan lingkungannya. Kamu jadi lebih menghargai mereka sebagai sesama manusia dan bukan sekadar sebagai objek wisata.

Experiential tourism membuka peluang bagi kamu untuk memastikan keberlangsungan hidup anak-cucu masyarakat di daerah wisata. Dengan begitu, keberlangsungan lingkungan di daerah tersebut juga terjaga.

Baca juga:

Empat Manfaat Wisata Religi

#Lipsus Juli Liburan Sekolah #Wisata #Ecotourism
Bagikan
Bagikan