Eksploitasi Agama dalam Pilgub DKI Jakarta

Zulfikar SyZulfikar Sy - Sabtu, 01 April 2017
Eksploitasi Agama dalam Pilgub DKI Jakarta
Debat Pilgub DKI Jakarta 2017. (MP/Dery Ridwansah)

Dinamika Pilgub DKI 2017 jelang putaran kedua 19 April mendatang semakin dinamis. Isu agama diperkirakan semakin meruncing yang dapat menjadi ancaman terhadap disintegrasi bangsa.

Pro-kontra pun tak terhindarkan. Sebagian masyarakat merasa resah, bahkan perselisihan antarsesama berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.

Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) Savic Ali mengungkapkan bahwa ada kelompok-kelompok yang sengaja memanfaatkan isu agama untuk kepentingan politik sesaat. Isu penistaan agama menurutnya kian liar pada Pilgub DKI 2017 putaran kedua, sehingga dapat merusak keragaman dalam kehidupan berbangsa.

"Ya kita melihat ada spanduk tidak akan menyalati orang yang memilih Ahok, karena dianggap menista agama," kata Savic Ali saat ditemui reporter merahputih.com Ponco Sulaksono di Jakarta, Kamis (30/3).

Savic menjelaskan, mendekati hari pencoblosan, salah satu kubu akan terus mengeksploitasi isu agama dengan memperkuat segmen kebencian. Agama, kata dia, sangat memengaruhi berdasarkan survei terakhir.

"Agama sangat memengaruhi preferensi orang, tetapi ya sekian persen itu. Saya kira eksploitasinya sudah mentok. Yang bisa terpengaruh ya sudah terpengaruh hari ini. Saya kira untuk mencari orang yang bisa terpengaruh lagi lebih sulit," ujar Savic.

Kasus Al Maidah

Savic yang juga eks aktivis '98 ini mengatakan secara tegas bahwa ucapan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait Al Maidah tidak bisa dikatakan sebagai upaya penistaan agama.

Justru, lanjut Savic, hal itulah yang kemudian terus dieksploitasi oleh kelompok lawan. "Jadi ada orang-orang yang menggunakan Al Maidah itu untuk memengaruhi orang agar tidak memilih Ahok, kemudian Ahok meresponnya dengan kalimat yang itu, jadi upaya merespon lawan politiknya yang menggunakan Alquran tetapi tidak ada intens untuk melecehkan," tegas lulusan STF Driyarkara ini.

Sementara itu, dosen ilmu politik Universitas Nasional Ganzar Razuni mengatakan, "perseteruan" dalam Pilgub DKI 2017 hari ini tak lepas dari Pemilihan Presiden 2014 silam. Saat itu, lanjutnya, eksploitasi agama menguat menyerang kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Dalam hal ini, Ganjar menerangkan bahwa agama tidak dapat dipisahkan dengan politik, tetapi mengkapitalisasi agama adalah bukan hal yang dibenarkan. "Memang antara politik dan agama itu tidak bisa dipisahkan, itu benar, tapi mengkapitalisasi agama untuk kepentingan politik itu yang tidak betul dan ini yang membuat faktor-faktor yang mendisintegrasi masyarakat akhirnya terjadi benturan-benturan," ujar Ganjar.

Oleh karena itu, kata Ganjar, sebaiknya praktisi politik tidak mengkapitalisasi agama. "Ayo berbicara agama yang universal, jangan kemudian dikapitalisasi untuk kepentingan politik," tegas Ganjar.

Penolakan Menyalatkan Jenazah

Ganjar menegaskan bahwa kasus ini bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Islam. Menyalatkan jenazah bagi seorang muslim adalah hal yang diwajibkan. Bahkan, menurut Ganjar, penolakan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

"Namanya saja fardu, fardu kan wajib hanya fardu kifayah bukan fardu ain," tegasnya.

"Dalam konteks pilkada, tentu siapa pun kedua pasangan harus berani mengatakan bahwa itu tidak betul. Jangan kemudian misalnya, ada pasangan yang melakukan pembiaran, melakukan pembiaran karena menikmati keuntungan dari itu, itu yang tidak betul," jelasnya.

Tak hanya itu, Ganjar menilai, tindakan tersebut sebagai kemunduran cara berpikir dalam menghadapi kontestasi demokrasi. "Ini sudah luar biasa menurut saya, sebuah kemunduran," pungkas Ganjar. (Pon)

Berita terkait agama dalam Pilgub DKI baca juga: Memilih Berdasarkan Agama Melawan Konstitusi? Ini Jawaban Ahli Agama MUI

#Masalah Sara #Al Maidah 51 #Pilgub DKI 2017
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan