Parenting
Edukasi Anak Laki-laki untuk Cegah Pelecehan Seksual
KEKERASAN seksual merupakan masalah global yang serius. Pada saat mencapai usia 18 tahun, satu dari empat anak perempuan dan satu dari 13 anak laki-laki akan mengalami pelecehan seksual. Namun, masa dewasa muda dan masa kuliah juga merupakan masa puncak untuk kekerasan seksual, dengan 26,4 persen perempuan, 23 persen individu LGBTQ, dan 6,8 persen laki-laki melaporkan kekerasan seksual.
Laki-laki dan perempuan dapat mengalami pelecehan seksual. Anak perempuan dan perempuan secara tidak proporsional menjadi korban kekerasan seksual. Sementara itu, anak laki-laki, dan laki-laki paling sering menjadi pelakunya. Jadi, saat upaya pencegahan kekerasan seksual harus menargetkan semua anak, fokus dan perhatian khusus perlu diarahkan kepada anak laki-laki kita.
Berikut pedoman bagi orangtua tentang cara mengajarkan anak laki-laki untuk menjadi bagian dari solusi dan bukan masalah.
BACA JUGA:
1. Mulai Lebih Awal
Pencegahan kekerasan seksual harus dimulai ketika anak laki-laki masih kecil (balita). Ajari mereka untuk bersikap baik dan membantu orang lain melalui tindakan dan kata-kata.
2. Ajarkan Norma Gender Egalitarian
Kita tahu bahwa mengajarkan budaya hormat dan norma gender yang egaliter adalah bagian penting dari tanggung jawab sosial kita untuk mencegah kekerasan seksual. Karena, peningkatan kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam budaya di mana perempuan tidak dianggap setara dengan laki-laki.
Cobalah untuk tidak memaksakan peran gender stereotip pada anak-anak. Biarkan anak laki-laki menjadi sensitif dan rentan dan tidak memberikan pesan bahwa anak laki-laki harus kuat dan tangguh.
3. Bicarakan Persetujuan atau Consent
Antara usia 5-12, mulailah berbicara dengan anak-anak tentang consent. Jelaskan apa itu persetujuan, bagaimana memintanya, dan mengharapkannya dari orang lain.
Penting bagi orangtua menghormati anak-anak ketika mereka memilih untuk tidak digelitik atau disentuh dan kamu dapat memperkuat mereka untuk menggunakan kata-kata yang jelas untuk memberi tahu apa yang mereka inginkan.
4. Bicara Tentang Pornografi
Saat anak laki-laki mendekati masa remaja, mereka mungkin mulai ingin tahu tentang pornografi. Lebih dari seperempat atau 26 persen anak laki-laki akan melihat pornografi pada saat mereka berusia 12 tahun, dan 65 persen pada usia 15-16.
Biarkan mereka tahu bahwa keingintahuan seksual itu wajar, tetapi penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang secara teratur menonton pornografi lebih mungkin untuk:
- Objektifikasi perempuan
- Memiliki sikap gender yang lebih stereotip
- Menampilkan perilaku yang lebih permisif secara seksual
- Lebih mungkin untuk terlibat dalam pelecehan seksual
5. Ajarkan Berpikir Kritis Tentang Kekerasan Seksual
Orangtua tidak bisa selalu ada untuk memantau perilaku anak-anak mereka dan oleh karena itu kita membutuhkan mereka untuk memikirkan situasi secara kritis. Ajukan pertanyaan berpikir kritis tentang topik terkait kekerasan seksual dalam berita. Jika mereka belajar berpikir kritis maka ketika mereka menghadapi situasi baru atau sulit, mereka akan lebih siap untuk merespons dengan tepat.
6. Diskusikan Keintiman
Sepertiga dari pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dilakukan oleh anak di bawah umur lainnya dan sebagian besar pelakunya adalah remaja laki-laki. Dalam beberapa kasus, ini dalam konteks hubungan kencan. Tidak seperti keterampilan lainnya, menjalin hubungan bukanlah sesuatu umum tidak diajarkan di sekolah. Saat remaja mulai berkencan, diskusikan tentang keintiman dan hubungan seksual yang sehat serta pentingnya peran komunikasi.
7. Dorong Mereka untuk Menjadi Saksi
Kamu juga ingin mengajari anak laki-laki untuk menjadi saksi dan pengamat. Langkah apa yang harus diambil jika mereka mendengar teman mereka membuat komentar atau lelucon seksis atau jika mereka melihat seseorang dalam situasi yang berisiko.
8. Menjadi Panutan
Anak-anak belajar dari orangtua dan mencari petunjuk tentang bagaimana mereka harus bersikap. Dengan demikian, sikap dan perilaku kita sendiri secara signifikan memengaruhi mereka. Orangtua harus selalu ingat untuk mencontohkan norma gender yang egaliter, bersikap hormat dan baik hati dalam interaksi mereka, serta menuntut dan menghormati persetujuan untuk semua interaksi fisik.(aru)