TWILIO, platform interaksi dengan pelanggan yang menghasilkan pengalaman real-time dan terpersonalisasi untuk brand-brand terkemuka, mengeluarkan riset terbarunya tentang penghapusan cookie pihak ketiga.
Riset menunjukkan bahwa 92% pemasar digital di wilayah Asia Pasifik (APAC) percaya penghapusan cookie pihak ketiga dapat membantu memperkuat kepercayaan dalam iklan di antara konsumen dalam jangka panjang.
Mereka mengakui peluang dalam membangun kepercayaan yang lebih besar melalui penggunaan cara mengumpulkan data lain, terutama zero-party data dan first-party data.
Riset berjudul When Consumers Control Data: How to Build Trust and Succeed in the New Digital Era juga menganalisis implikasi jangka panjang dari masa depan tanpa cookie yang dibentuk oleh preferensi dan harapan konsumen yang berubah seputar berbagi data.
"Di dalam revolusi data konsumen yang baru, sangat penting bagi para pebisnis untuk mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap data guna mendorong keterlibatan yang lebih berdampak untuk konsumen," tutur Nicholas Kontopoulos, Wakil Presiden Pemasaran, Asia Pasifik & Jepang, Twilio, melalui keterangan resmi.
Kepercayaan menjadi faktor penentu kesuksesan pemasaran sehingga jenama perlu lebih transparan dalam berkomunikasi tentang bagaimana mereka menggunakan data untuk menghasilkan nilai yang bermakna bagi konsumen.
Baca juga:

Selama beberapa dekade, cookie pihak ketiga dianggap sebagai elemen penting dalam periklanan digital. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, cookie pihak ketiga telah memicu keraguan karena masalah pelanggaran privasi data.
Berdasarkan laporan The Consumer Data Revolution in Asia Pacific, 42% dari para konsumen cenderung kurang bersedia berbagi data dengan jenama yang telah mengalami pelanggaran data yang signifikan.
Di tengah tekanan regulasi dan konsumen yang semakin meningkat untuk pengendalian yang lebih baik dan transparansi seputar berbagi data, peramban web utama telah menghentikan dukungan terhadap cookie pihak ketiga.
Google pun akan mengikuti langkah tersebut pada 2024. Meskipun awalnya pelaku periklanan cemas, mereka mulai menyadari manfaat metode baru dalam mengumpulkan dan menggunakan data dapat membangun kepercayaan konsumen yang lebih kuat.
Dalam dunia pemasaran, zero-party data menjadi sangat berharga bagi para pemasar digital. Data ini diperoleh secara aktif dari pelanggan melalui survei dan saluran umpan balik langsung lainnya.
Melalui data ini, jenama-jenama dapat menyesuaikan upaya pemasaran mereka berdasarkan preferensi dan motivasi masing-masing konsumen, meningkatkan layanan melalui umpan balik konsumen tentang masalah tertentu, serta memperkuat hubungan dengan menciptakan rasa kepercayaan yang lebih baik.
Berdasarkan riset Twilio, 95% pemasar digital di Indonesia sudah memanfaatkan sarana pengumpulan data langsung ke konsumen (zero-party data).
Dalam mengoleksi data secara langsung, pemilik jema di Indonesia menggunakan sejumlah sejumlah medium, seperti registrasi daring (63%), pengisian form di website (47%), polling media sosial (47%), distribusi surel (68%), pop-ups percakapan (58%), survei (58%), kontes (26%), dan ujicoba virtual (47%).
Baca juga:

Kondisi yang sama juga terjadi di level regional Asia Pasifik. Sebanyak 92% pemasar digital juga menggunakan medium serupa untuk mengumpulkan data secara langsung dari konsumennya, terutama melalui survei (58%), jajak pendapat media sosial (52%), dan kampanye melalui email (51%).
Ini merupakan langkah yang tepat mengingat harapan konsumen yang semakin tinggi terkait persetujuan dan transparansi. Sebagian besar konsumen juga lebih bersedia untuk berinteraksi atau merespons kepada jenama langsung daripada pihak ketiga.
Riset Twilio juga menunjukkan, 69% organisasi di wilayah Asia Pasifik juga telah beralih ke first-party data, mengingat keterbatasan visibilitas terhadap perlindungan data, kebijakan keamanan, dan prosedur pihak ketiga.
Data pihak pertama dikumpulkan secara pasif saat konsumen berinteraksi dengan saluran yang dimiliki oleh organisasi untuk memperluas atau merawat basis konsumen yang sudah ada.
Sebanyak 75% pemasar digital sudah memiliki pemahaman dasar tentang nilai positif dari first-party data, yang mencakup kemampuan untuk mempersonalisasi keterlibatan, menargetkan konsumen yang tepat, serta menyediakan ketepatan, fleksibilitas, dan kontrol yang lebih besar.
Tantangan paling mendesak dalam pengumpulan data di antara para pemasar di wilayah tersebut adalah resistensi dari konsumen yang menuntut pendekatan yang lebih cermat dalam pengumpulan data konsumen.
Para konsumen di wilayah tersebut mengharapkan informasi yang jelas dan dapat dipahami mengenai bagaimana data mereka akan digunakan untuk meningkatkan kepercayaan terhadap jenama.
Konsumen juga lebih bersedia untuk berbagi data dengan merek yang memberikan pengalaman yang baik (57%) atau jujur dan transparan tentang kebijakan (57%). Menariknya lagi, konsumen secara umum terbuka untuk berbagi data yang dapat memberikan manfaat bagi mereka.
Lebih dari separuh konsumen mengatakan bahwa iklan yang dipersonalisasi memberikan lebih banyak pilihan setelah melakukan pembelian.
Kesimpulan riset tersebut mengarah pada perpaduan antara data tanpa pihak dan data pihak pertama akan memberikan kekuatan baru bagi pemasar untuk menjadi pengatur pengalaman jenama. (dru)
Baca juga:
Perlunya Pelatihan dan Kompetensi Profesional untuk Industri Periklanan Gim Ponsel