MerahPutih.com - Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi pada bulan Desember 2022 yang meminta pembebasan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang dan menyerukan diakhirinya segala bentuk kekerasan di Myanmar.
Ketua delegasi Myanmar untuk PBB menyerukan tekanan lebih besar guna menghentikan kekejaman yang dilakukan junta militer.
Baca Juga:
Krisis di Myanmar Memburuk, Sekjen PBB Minta ASEAN Buat Strategi Terpadu
Ia menanggapi kecaman ASEAN terhadap junta setelah pertemuan puncaknya pada awal bulan ini.
"Sejujurnya, ini masih belum memenuhi harapan kami," kata Dubes Kyaw Moe Tun.
Kyaw Moe Tun ditunjuk sebagai Dubes Myanmar untuk badan dunia tersebut di New York sekitar tiga bulan sebelum militer mengambil alih kekuasaan di negara Asia Tenggara tersebut pada 1 Februari 2021.
Kyaw Moe Tun tetap menjabat meski ada upaya junta untuk memecatnya. Junta telah memberitahu PBB tentang rencana untuk menggantikan dirinya setelah kudeta.
Namun, selama dua tahun terakhir, Majelis Umum PBB mengizinkan Kyaw Moe Tun untuk terus menghadiri pertemuan atas nama negaranya sambil menunda keputusan apakah akan mengakreditasi perwakilan junta Myanmar.
Kyaw Moe Tun mengaku mewakili negara Asia Tenggara tersebut dalam konsultasi terus-menerus dengan kepemimpinan sipil bayangan, Pemerintah Persatuan Nasional.
“Kami berpikir bahwa negara-negara anggota ASEAN dapat mengambil tindakan yang kuat dan bersatu melawan militer tetapi hal itu belum terjadi,” katanya.
Pernyataan blok beranggotakan 10 negara atau ASEAN menegaskan kurangnya kemajuan substansial dalam penerapan rencana perdamaian konsensus lima poin yang disepakati antara pemerintah pimpinan militer Myanmar dan negara-negara ASEAN lainnya pada tahun 2021, dan mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer.
Pada KTT tersebut, negara-negara anggota sepakat bahwa ketua ASEAN saat ini, sebelumnya, dan yang akan datang akan bekerja sama untuk menangani junta Myanmar.
Kyaw Moe Tun memuji langkah tersebut karena memberikan kesinambungan dalam mengatasi masalah Myanmar.
Utusan Myanmar untuk PBB tersebut, yang mengkritik tindakan kekerasan dan penindasan yang dilakukan junta terhadap rakyat Myanmar, telah dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini.
Ia dimasukkan oleh Henrik Urdal, kepala Institut Penelitian Perdamaian yang berbasis di Norwegia, ke dalam daftar tidak resmi lima kandidat teratas untuk penghargaan tersebut.
“Kami ingin komunitas internasional membantu kami dengan cara yang konkret dan efektif. Pastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal. Pastikan mereka yang membutuhkan mendapatkan bantuan," katanya.
Baca Juga:
Myanmar Tidak Diizinkan Memimpin ASEAN pada 2026 Digantikan Filipina