MerahPutih.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, beragam versi naskah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang beredar di publik bukanlah sesuatu hal kebetulan.
"Adanya naskah yang beragam versi tersebut hanya akan membuat publik mempersoalkan hal-hal teknis soal ketersediaan naskah RUU tanpa punya bahan yang valid untuk mengkritisi substansi RUU tersebut," kata Lucius dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (14/10).
Lucius juga mengkhawatirkan, sulitnya publik mengakses naskah final UU Cipta Kerja membuat pemerintah dengan mudahnya menuduh penolak UU Cipta Kerja sebagai penyebar hoaks, atau informasi sesat. Selain itu, DPR dan pemerintah dikhawatirkan juga bisa menuduh publik yang mengkritik belum membaca naskah RUU final.
Baca Juga
"Ini sih tampaknya akan jadi pilihan aman bagi DPR dan Pemerintah yang menginginkan penolakan publik atas substansi RUU Ciptaker tak disampaikan melalui aksi massa, tetapi melalui jalur judicial review," ujar dia.
Menurutnya, situasi tersebut membuat DPR dan pemerintah leluasa memastikan substansi RUU Ciptaker yang sesuai keinginan DPR dan pemerintah berjalan mulus sampai UU tersebut diundangkan.
"Ketidaktersediaan naskah valid yang resmi di ruang publik nampaknya akan memudahkan DPR dan Pemerintah untuk mengontrol substansi yang mereka inginkan tetap tercantum dalam naskah final yang akan langsung diundangkan nanti," ujarnya.
Ia menduga, ruang publik akan terus dipenuhi berbagai versi naskah RUU Ciptaker. Setiap kemunculan versi terbaru akan diikuti dengan klarifikasi kebenaran naskah agar publik bisa percaya dan menjadikan naskah itu sebagai rujukan.
Ia juga melihat, langkah Pimpinan DPR memberi penjelasan soal berubah-ubahnya jumlah halaman omnibus law UU Cipta Kerja karena proses editing pada format penulisan. Pria asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur ini menilai penjelasan DPR terlalu remeh.
"Klarifikasi yang disampaikan pimpinan DPR pun sama sekali tak bisa memuaskan karena klarifikasi tersebut hanya menjelaskan soal teknis penampilan naskah khususnya terkait ukuran kertas yang dipakai. Penjelasan DPR ini nampak terlalu remeh," Lucius.
"Masa sekelas pimpinan DPR bikin konpers (konferensi pers) cuma untuk kasih tahu ukuran kertas yang digunakan. Lalu bagaimana perbedaan ukuran kertas akhirnya berdampak pada jumlah halaman naskah RUU Cipta Kerja," sambungnya.
Menurut Lucius, lebih baik DPR membuka dengan jujur proses perubahan naskah UU Cipta Kerja. Sebab, kata Lucius, masyarakat mempertanyakan draf akhir UU Cipta Kerja.
Baca Juga
Ini Penjelasan DPR Soal Adanya Sejumlah Versi Draf UU Ciptaker
"Bagi saya mestinya pimpinan DPR membuka secara jujur proses yang terjadi beserta dampak-dampak perubahan yang terjadi. Terlalu banyak pertanyaan yang menggelantung dalam benak publik ketika lebih dari sepekan, keingintahuan publik akan naskah final RUU ini tak bisa diakses dimana-mana," ujarnya. (Knu)