DPR Tegaskan Tiongkok Tak Miliki Hak Larang Pengeboran Minyak di Natuna

Zulfikar SyZulfikar Sy - Sabtu, 04 Desember 2021
DPR Tegaskan Tiongkok Tak Miliki Hak Larang Pengeboran Minyak di Natuna
Ilustrasi - Anjungan migas lepas pantai. ANTARA/HO-SKK Migas

MerahPutih.com - Klaim eksplorasi wilayah oleh Tiongkok yang meminta agar Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas di Natuna sama sekali tidak berdasar dalam hukum internasional.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Anton Sukartono Suratto merespons protes Tiongkok terhadap pemerintah Indonesia. Protes itu meliputi pengeboran minyak dan gas alam di wilayah Laut China Selatan (LCS).

Dalam laporan Reuters, pemerintah Tiongkok mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia. Pengeboran minyak dan gas alam itu disebut bersinggungan dengan klaim "sembilan garis putus-putus" milik negeri Tirai Bambu.

Baca Juga:

Bakal Bikin Fregat Type 31, Tiongkok Diyakini Tak Berani Masuk Laut Natuna Utara

"Tindakan Tiongkok tersebut dalam hukum internasional dikenal sebagai unilateral claim, yang tidak serta-merta bisa mengikat dan memaksa negara lain untuk mengakuinya karena hukum internasional mengenal apa yang dikatakan sebagai 'persistent objection' atau penolakan secara terus-menerus," kata Anton kepada wartawan, Sabtu (4/12).

Politikus Demokrat ini menjelaskan, Indonesia selalu melakukan persistent objection atau keberatan yang menerus sejak awal dan tidak bergeming dengan sikapnya sampai saat ini.

"Dengan mengemukakan dalih di atas, terimplikasi bahwa Tiongkok tidak mengakui ZEE Indonesia. Padahal Indonesia telah mengklaim ZEE sejak 1983 melalui UU No 5 Tahun 1983, dan tidak pernah ada keberatan dari Tiongkok akan hal itu," tegasnya.

Berdasarkan hukum internasional, Tiongkok telah mengakui klaim Indonesia atas ZEE-nya. Oleh karena itu, menurut Anton klaim Tiongkok terkait historical title di Laut China Selatan merupakan hal absurd dan tidak memiliki alas hukum yang sah.

"Sejak awal berkembangnya hukum laut jelas bahwa laut tidak ada yang memiliki. Lambat laun negara mengklaim laut yang berbatasan dengan daratannya dengan alasan keamanan negara pantai (national security), dimulai dari hanya mengklaim laut teritorial hingga kemudian juga mengklaim zona tambahan, landas kontinen dan ZEE," jelas dia.

Dengan demikian, kata Anton, tidak ada klaim terhadap laut tanpa adanya daratan. Sementara, jarak antara Tiongkok dan titik terluarnya sangat jauh, melebihi apa yang dimungkinkah oleh hukum laut yang hanya diakui 200 mil laut dari pantai untuk ZEE.

"Jika memang historical title terhadap laut diakui, semua samudra di dunia akan sangat mungkin diklaim oleh Inggris. Itu karena Inggris-lah yang telah menguasai lautan sejak dulu kala," imbuhnya.

Baca Juga:

Hadang Kapal Tiongkok, Indonesia Harus Berpatroli Sampai Batas Terluar Natuna Utara

Anton menambahkan, untuk menghadapi Tiongkok yang melakukan test the water ada dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Pertama adalah menempuh proses diplomatik. Protes diplomatik yang dilakukan dengan keras selama Tiongkok tetap bertahan dengan klaimnya.

"Jika memang nine dash line Tiongkok bukan klaim wilayah, perlu ada pernyataan secara tertulis mengenai apa yang dimaksudkan oleh Tiongkok dengan itu, dan bahwa mereka mengakui ZEE Indonesia yang terkena line tersebut," tegas dia.

Sedangkan yang kedua, melakukan patroli berkesinambungan, pemantauan radar yang efektif dan berdaya jangkau tinggi. Bila memungkinkan, lanjut Anton, pemerintah bisa membangun pangkalan TNI AL di daerah terdekat.

Anton mengingatkan, sebagai peserta UNCLOS 1982 sejak 1996, klaim sepihak Tiongkok mengenai nine dash line tidak diakui keberadaannya oleh dunia internasional. Ia meminta Tiongkok menghormati hak berdaulat dan kedaulatan Indonesia.

"Jika ingin berdaulat di laut, Indonesia harus bisa tegas terhadap semua pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat di lautnya, termasuk terhadap tindakan semena-mena Tiongkok," tutup Anton. (Pon)

Baca Juga:

Bakamla Klarifikasi Terkait Ribuan Kapal Asing di Laut Natuna Utara

#Perairan Natuna #Tiongkok
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan